Rabu, 15 Mei 2013

second love - part 7


**********
Langit biru terlihat cerah hari ini. Tanpa tertutupi awan kelabu yang membuat sinar sang surya terhambat menyinari bumi. Menghangatkan, tapi lebih tepatnya sinar teriknya mampu membuat melanin pada kulit menyebar dan menyebabkan warna kecoklatan disana. Dikulit kita.

Ahh,,,, shilla mendesah pasrah. Diliriknya lagi jam tangannya yang dengan apik menghiasi pergelangan tangannya yang mungil. Tepat pukul 14.00. Sebenarnya ia sedang menantikan suara nyaring dari kantor guru, sebagai tanpa usainya kegiatan disekolah hari ini. Tapi, suara penyelamat itu nampaknya akan menyeruak sekitar setengah jam lagi. Masih terlalu lama.

Dikelas yang berbeda, seorang Alvin hanya terdiam dan menatap kosong kedepan papan tulis. Mata sipitnya sayu. Pikirannya berkecamuk. Berpusat pada satu gadis yang tadi meninggalkannya begitu saja dikoridor sekolah. Pelajaran yang dengan setia diterangkan oleh guru jam pelajaran terakhir, Ma'am Uci, hanya diabaikannya. Ia seolah menatap dan memperhatikan wanita paruh baya itu didepan kelasnya. Walau sebenarnya hanya raganya yang terdiam dikursi, tapi tak dengan pikirannya yang mencoba menyelusupi pikiran seorang gadis. Ashilla zahrantiara.

" Ini menyesakkan...!!!" suara Alvin menyeruak walau tak begitu terdengar oleh teman-temannya. Suara itu hanya mampu dijangkau Ozy, teman sebangkunya.

" Are you okay, Alvin??" suara Ozy setengah berbisik. Takut-takut Ma'am Uci mendengarnya dan menyuruhnya maju kedepan kelas.

Alvin bergeming. Matanya yang sipit tak berkedip sedari 5 detik yang lalu mungkin. Ahh entahlah. Tak ada yang mau menghitungnya.

" what's up, Man??" seru Ozy lagi. Tak mendapat respon apapun, akhirnya Ozy hanya menatap wajah putih Alvin dari samping. Wajah laki-laki yang biasanya tampak segar dan -enak dipandang- sekarang berubah seperti kerupuk tersiram air. Melempem dan lembek. Tak enak dipandang. Hancur dan berantakan.

Ozy juga mendesah. Helaan napas panjangnya menyeruak di seisi ruang kelasnya.

" Ozy,,,, any problem, Now??" suara Ma'am Uci tertuju padanya. Dengan segera Ozy membetulkan duduknya dan tersenyum menanggapi pertanyaan gurunya itu.

" No,,, Ma'am." ucap Ozy kikuk.

Alvin hanya melirik Ozy yang gelagapan dari ekor matanya. Lalu ia kembali menopangkan dagunya. Dan membiarkan pikirannya melayang lagi.

********
Shilla tersenyum kecut. Bel yang ditunggunya sedari tadi akhirnya mengeluarkan suara juga. Dengan ogah-ogahan, gadis dengan rambut kucir kuda itu memasukkan buku-bukunya kedalam tas.

" Shill??? Masih,,,,, sedih ya??" suara Sivia menyertai kegiatan Shilla.

Shilla hanya tersenyum simpul sambil menggelengkan kepalannya. Yang justru membuat sivia menghela napas panjang.

Brukk,,,, tanpa sengaja sivia menjatuhkan buku kecil yang lebih mirip sebuah diary pribadinya. Shilla sebenarnya tak pernah mau ingin tahu rahasia seseorang. Namun, saat buku kecil itu terbuka tepat pada sebuah foto yang tertempel didalamnya, membuat Shilla melihatnya dengan mata memicing.

" Itu,,, kamu, gabriel dan,,,???" suara Shilla menggantung. Ia tak tahu siapa satu orang lagi yang dengan senyum menawan berada ditengah-tengah dua orang yang disebutkannya tadi.

Dengan secepat kilat, Sivia mengambil diarynya dan menyembunyikan benda itu didalam dekapannya.

Gadis itu masih melihat mata Shilla yang memicing karena foto yang tanpa sengaja terpampang dilantai tadi. Diatas Diary-nya.

" vi ????" tanya Shilla singkat.

Sivia merubah ekspresi wajahnya. Dengan helaan napas, ia menarik lengan Shilla dan membawa gadis itu ke pinggir lapangan sepak bola. Dijejeran kursi yang ada disana, Sivia menghentikan langkahnya dan menyuruh Shilla untuk duduk disebelahnya.

" kau mau minta penjelasan atas benda itu tadi, Shill???"

Shilla mengangguk. Onyxnya menatap lekat wajah Sivia yang mulai memetakan mimik kesedihan. Shilla hanya tahu kebenaran tentang foto itu sebatas Sivia, Gabriel dan satu anak perempuan lagi yang masih menjadi siswi SMP. Berarti itu sekitar 2 tahun lalu.

" Dia,,, perempuan itu sahabatku. Yang pernah kuceritakan. Aku, gabriel dan ify."

Saat menyebut nama 'Ify', suara Sivia seolah tercekat dan nada suara itu bergetar. Ada rahasia yang belum Shilla tahu dari seorang sivia tentang masa SMPnya dulu. Bersama 2 orang yang sivia sebutkan namanya tadi.

" Ify???" Shilla mengulangi kata-kata Sivia.

Sivia menganggukkan kepalanya. Tess,,, satu air mata mengalir dipipi Chubby Sivia. Mata gadis itu telah tergenang dengan air kesedihan. Sivia terdiam sejenak. Ia menghapus air mata yang tadi jatuh kepipinya. Lalu menatap Shilla yang masih saja menatapnya.

" Dulu,,,, aku dan ify adalah sahabat dekat. Dari kami TK. Samapi SMP." Sivia mulai menceritakan masa lalunya kepada Shilla.

Lalu, Sivia lagi-lagi mengambil jeda sebentar. Sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya lagi.

" Saat SMP, kami sama-sama memilih SMP Kasih 25. Untungnya lagi-lagi kami dipertemukan dan diletakkan dikelas yang sama. Pada saat MOS berlangsung, anggota OSIS anak kelas VIII yang menjadi pendamping kelas kami. Dan salah satunya adalah kak Gabriel."

Shilla menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

" Awalnya gak ada yang aneh. Ify dan aku masih bersikap wajar. Karena kami masih anak angkatan baru dan gak tahu apa-apa tentang sekolah kami itu. Tapi seiring berjalannya waktu dan ify yang perlahan mulai terkenal karena kepiawaiannya dalam bermain piano membuat hampir siswa Kasih 25 mengenalnya. Termasuk kak Gabriel. Saat itu, aku sering mendapati kak Gabriel mendatangi kelas dan berbaur diantara aku dan Ify. Kak gabriel baik sekali. Dan itu membuat ku juga ify mengaguminya lebih dari seorang kakak kelas. Diam-diam aku seringa mencuri pandang padanya. Tapi aku tak pernah berani terang-terangan menunjukkan kekagumanku padanya. Berbeda dengan ify yang dengan gamblang memberikan kode kalau ia menyukai kak Gabriel. Ditambah lagi kakaknya dan Gabriel adalah teman dekat. Maka ify semakin mendapatkan peluang besar untuk mendapatkannya."

Air mata sivia mengalir dengan bebas seiring ia mengenang masa indahnya bersama seorang sahabat yang telah melekat dam dirinya selama 11 tahun lamanya.

" selang beberapa bulan, aku sering melihat ify dan kak gabriel jalan bareng. Berduaan dikantin sambil tertawa lepas. Dan itu membuatku terabaikan, Shill. Ify gak pernah lagi main sama aku. Waktu acara pelantikan anggota OSIS baru, kak gabriel memilihku sebagai wakil nya. Dan itu membuat ify marah besar sama aku. Ify nuduh aku ngerebut kak Gabriel dari dia."

Sivia semakin sesugukan saat menceritakan kisah lamanya. Shilla menarik kepala Sivia kebahunya. Dan membiarkan sahabatnya itu menangis dalam kesedihan mengenang teman lama.

" Aku gak pernah tahu kalau gabriel dan ify udah pacaran Shill. Dan saat aku tahu, aku pengen bunuh diri. Terlebih sakit lagi, ify nampar aku didepan banyak orang saat pelantikan. Ify bahkan mengakhiri persahabatan kami, Shill. Persahabatan yang udah kami rajut selama 11 tahun."

Shilla yang mendengar penuturan sivia juga ikut mengalirkan air matanya. Ia tak pernah tahu kalau kisah yang dialami sivia tak jauh berbeda darinya. Kisah cinta yang begitu kelas dimasa perkenalannya.

" vi,,, aku tahu...."
" dan yang buat aku gak bisa maafin diri aku sendiri, ify bunuh diri saat kak Gabriel mutusin dia Shill. Ify bunuh diri dan ninggalin surat yang buat aku seperti orang paling bersalah atas kematiannya."

Shilla mengelus punggung via lembut. Lalu mendekap gadis itu kedalam dekapannya. Kedua gadis itu sekarang menangis terisak bersama.

" Aku,,,, aku gak berguna kan Shill??? Bahkan aku itu penyebab kematian ify."
" vi,,, dengerin aku. Kamu gak salah. Itu cuma kesalahan semua. Kesalahan gabriel dan ify. Kamu gak salah kalau kamu suka sama gabriel. Dan seharusnya ify gak milih jalan pendek yang kayak gitu."

Sivia mengeratkan pelukannya. Bersama Shilla, ia ingin membangun persahabatan baru. Dan berharap kejadian kala itu tak akan terulang lagi padanya.

" tapi,,, aku ngerasa bersalah." keluh Sivia.
" Jangan ngerasa bersalah, vi. Itu justru membuatmu selalu terbayang dan gak akan bisa dapetin cinta yang sesungguhnya harus kamu dapetin."

Sivia merenggangkan pelukannya. Lalu menghapus jejak air mata dipipinya. Ia tersenyum manis kearah Shilla.

" Terima kasih ya Shill."

Shilla mengangguk. Dan tersenyum manis. Ahh,,,, cinta itu merumitkan. Tapi kenapa orang mengatakan kalau cinta itu indah?????
                                                                *****
Shilla menghela napas panjang setelah sebelumnya menghempaskan tubuhnya dengan kasar ke atas ranjang king size miliknya. Mata onyxnya melirik sebentar ke arah ponsel yang baru ia keluarkan dari saku bajunya, yang kemudian malah ia lempar dengan asal ke ujung kasurnya. Dengan merebahkan tubuhnya, Shilla mengendurkan dasi abu-abu yang setia melingkari kerah bajunya sedari tadi pagi.

" huh,,,," Shilla mendengus. Hari ini membuatnya lelah dan sakit hati. Sakit hati???? Ya,,,, sakit hati karena satu laki-laki. Kalian tahu siapa ???

Alih-alih menghela napas, Shilla membangkitkan tubuhnya dan melangkah ke arah kamar mandi yang memang berada didalam kamarnya. Beruntung gadis ini disediakan kamar mandi dalam kamarnya. Anak yang beruntung.

Selang beberapa saat, rambut panjang Shilla basah dan terbungkus handuk kecil. Tanda kalau ia baru saja membersihkan tubuhnya. Ia terlalu gerah dengan masalah yang menimpanya hari ini.

Kerlipan pada layar ponselnya membuat Shilla menjulurkan kepala dan melihat layar benda itu. Satu nama tertera disana. Sivia. Anak itu mengiriminya pesan. Tanpa membuka pesan itu terlebih dahulu, Shilla malah melangkah untuk mencari pakaian yang cocok untuknya. Pakaian bebas yang membuatnya nyaman.

Pantulan diri seorang gadis nampak jelas di depan cermin datar yang mengarah ke arah ranjang. Ya,,, itu pantulan diri Shilla. Dengan berbalut tanktop berwarna biru dan celana jeans selutut membuatnya tetep cantik dan bebas. Dengan lihai, tangan mungilnya menyisir rambut hitamnya yang pekat.

Namun lagi-lagi, kerlipan dilayar ponselnya membuatnya menghentikan kegiatannya. Untuk kedua kalinya, gadis itu menjulurkan kepalanya untuk melihat siapa yang membuat kerlipan disana. Satu panggilan masuk. Ahh,,, tapi melihat nama itu, membuat Shilla mengerucutkan bibirnya dan mencibir tanpa henti.

Shilla membiarkan orang diseberang telepon sana terus menempelkan ponselnya dan menunggu jawaban dari Shilla. Tapi sampai nada sambung itu berakhir, Shilla masih juga tak mau menerima panggilan itu.

Satu panggilan, dua panggilan bahkan sampai panggilan yang kelima membuat Shilla urung mengangkat telepon itu. Sampai Shilla merasa perlu menjawab telepon itu pada panggilan ke sepuluh.

Dengan ogah-ogahan Shilla menatap layar ponselnya lalu meletakkannya di telinga kanannya.

" Hallo,,,,,"

Raut wajah Shilla berubah selang beberapa detik ia mendengar suara si penelepon. Ya,,, dia Alvin. Laki-laki itu menelponnya. Menyebalkan bukan?

Eksperi wajah Shilla berubah lagi. Ia tersenyum sebentar lalu membelalakkan matanya. Mata onyx itu membesar saat satu nama keluar dari mulut Alvin.

" Dinda???" shilla membentuk kata tanpa suara.

Shilla tersenyum lagi. Anak itu, ia ingin sekali menemuinya. Dan mencubit pipi tembamnya. Menyisir rambut panjangnya, dan satu hal lagi yang ingin Shilla ulangi bersama Dinda -juga Alvin- menari konyol dengan iringan lagu Justin Bieber.

" Tapi,,," Suara Shilla tertahan. Ia ingin menolak permintaan Alvin supaya ia datang kerumahnya. Karena Dinda, kangen dan ingin bertemu dengannya.

Akhirnya setelah menimbang dengan matang, Shilla mengiyakan permintaan itu. Karena toh Dinda tak tahu apa-apa mengenail masalahnya dengan Alvin. Jadi, bocah itu masih berhak untuk menerima senyum dan sapaan dari Shilla. Benar bukan???

Shilla mengambil kardigan di gantungan bajunya. Untuk menutupi tubuh mungilnya yang hanya berbalut tanktop. Shilla bukan perempuan yang tak tahu aturan, keluar rumah hanya menggunakan kaos seperti itu.

" Mau kemana sayang???" suara ramah dan lembut itu membuat Shilla menghentikan langkahnya. Lalu melangkah balik untuk menemui sang empunya suara.
" aku mau keluar bentar ya, Ma. Aku mau main. Boleh ya???"

Mama Shilla yang sedang merapikan pohon bonsai kesayangannya tersenyum lembut disertai anggukan. Mama Shilla banyak tahu tentang apa yang terjadi pada anaknya. Dan saat ini yang bisa ia lihat dari pancaran mata Shilla, anaknya itu sedang mengalami gundah. Seperti saat itu, ia menangis di balik gerbang rumah.

" ya sudah, hati-hati ya."

shilla tersenyum. Lalu mencium pipi mamanya bergantian.

*********

Mobil Avanza hitam yang dikendarai Shilla memasuki sebuah perumahan yang elegan. Dengan bangunan-bangunan megah. Yang rata-rata berlantai 2. Senyuman hangat Shilla hadiahkan untuk seorang satpam yang menjaga perumahan itu.

Setelah tersenyum pada sang satpam, Shilla kembali melajukan mobilnya. Dan kali ini, mobilnya benar-benar berhenti di depan rumah klasik modern milik keluarga Sindhunata. Shilla sempat ragu-ragu untuk turun dari mobilnya. Desah napasnya menderu seiring debaran jantungnya yang kian cepat. Entah kenapa saat keadaan marah pada laki-laki itu pun, Shilla masih dibuat gelisah olehnya.

Shilla mengedarkan pandangannya mencari sosok anak kecil yang menjadi tujuan awalnya kemari. Dinda, dimana anak itu? Pikir Shilla. Shilla melangkahkan kaki jenjangnya mendekat ke arah pintu utama rumah Sindhunata. Tapi, langkah Shilla terhenti saat suara khas itu memanggilnya.

" kak Shilla,,,???"

Shilla yang tahu betul itu suara siapa segera membalikkan tubuhnya. Dinda sudah berapa dibelakangnya, radius 5 meter darinya yang sedang menggendong boneka doraemon.

" heiii,,,," sapa Shilla ramah.

Tanpa komando apapun, Dinda segera menghamburkan dirinya kepelukan Shilla. Dinda terlanju merindukan gadis yang baru kemarin dibawa abangnya kesini, rumahnya.

" kakak cantik sekali."

Rona merah menghiasi wajah putih Shilla yang tanpa berbalut make up sama sekali. Karena gemas dengan bocah dihadapannya, dengan cepat Shilla mendaratkan cubitan kecil dihidung Dinda.

" dasar anak kecil. Kau juga cantik."
" tapi lebih cantik kakak. Kalau aku sudah besar seperti kakak, pasti aku akan cantik dan banyak yang suka. Seperti kakak."

Shilla terkikik. Ocehan Dinda membuat rasa sesak didadanya seperti sirna dalam sesaat. Tawa dan canda yang tercipta diantara dua gadis itu ternyata tak lepas dari pantauan mata sipit milik Alvin. Yang dengan setia memberdirikan dirinya di depan jendela besar di bagian depang rumahnya. Samar-samar, senyum kecut menghiasi bibir tipisnya.

" kalau saja aku yang membuatmu tertawa seperti itu, Shill." gumam Alvin.

Pandangan mata itu membuat perasaan Shilla gelisah. Entah mengapa, ia dapat merasakan kalau ada seseorang yang memandangnya dari jauh.

" kakak,,,, ayo. Aku mau bermain bersamamu." ajak Dinda menggelayuti lengan Shilla manja.

Lagi-lagi, Shilla hanya bisa tersenyum sambil mengacak pucuk rambut Dinda. Bocah itu juga mengikutinya, menebar senyum yang membuat pipinya semakin tembam saja.

Shilla yang masih berdiri ditempatnya, dengan sekali tarikan dari Dinda membuatnya bergeser dan berpindah kedalam rumah keluarga itu. Keluarga Shindunata. Alvin yang mengetahui dua wanita itu akan memasuki rumah buru-buru melangkah pergi. Agar Shilla tak mengetahui kalau ia sedang memantau dirinya.

" kita mau main dimana, sayang?" tanya Shilla yang dengan setia berjalan disamping Dinda.
" kita akan bermain di ruang sana. Ruang biasa aku dan koko bermain."

Sirrr,,,, desiran darah mengalir cepat kesekujur tubuhnya. Ada rasa gelisah yang menggelayuti diri Shilla. Ia tidak ingin bertemu Alvin dulu untuk saat ini. Ia tidak ingin menambah lubang yang ada dihatinya semakin menganga lebar.

Benar saja, kecemasan Shilla berbuahkan hasil. Mata onyx dan sipit itu bertemu pada satu garis lurus. Menyinarkan bias-bias yang tak dapat dikatakan dengan kata-kata dan dilukiskan dengan tulisan. Dan lagi-lagi, desihan itu mengalir ke sekujur tubuh Shilla.

Shilla dan Dinda mulai melakukan kegiatannya. Mereka sibuk dengan benda-benda yang ada ditangannya. Shilla yang memegang boneka Nobita dan Sizuka, membuatnya seperti kembali pada masa kecilnya dulu. Ahh masa kecilnya begitu indah. Tak pernah ia merasakan cinta dan sakit hati.

Karena keasyikannya bermain, Dinda sampai tertidur ditempat itu. Dengan dua boneka doraemon besar yang ada dipelukannya. Shilla yang tak tega melihat bocah menggemaskan itu tertidur, mulai bingung. Ia bukanlah pemilik rumah ini yang bisa masuk sembarangan ke kamar Dinda untuk meletakkan tubuh kecil itu ke atas ranjang.

Tapi tanpa meminta pertolongan Alvin, laki-laki itu dengan sigap mengerti apa yang harus ia lakukan. Karena sedari tadi ia juga ada ditempat itu.

" maukah kau membawakan boneka itu untuk Dinda??? Bukan untukku." seru Alvin meminta Shilla agar membawakan boneka Dinda yang akan menemani tidur nyenyak adiknya itu.

Shilla mengangguk samar. Ia mengikuti Alvin dari belakang. Tubuh tegap itu membungkuk saat merada didepan ranjang Dinda.

" terima kasih." seru Alvin.

Tanpa menjawab, Shilla segera membalikkan tubuhnya. Tugasnya sudah selsai bukan? Jadi dia tak punya hak untuk berlama-lama dirumah yang hanya sedang dihuni Alvin dan Dinda. Nyonya dan tuan sindhunata sendiri sedang ke luar negeri untuk urusan pekerjaan.

" tunggu,,,!!!!" tangan kekar Alvin berhasil melingkar dipergelangan tangan Shilla. Yang sukses membuat Shilla menghentikan langkahnya.
" ikut aku..." pinta Alvin.

Karena tahu kalau dengan cara halus Shilla tak akan mau menurutinya, akhirnya dengan sangat terpaksa Alvin menarik tangan Shilla. Dan membawa gadis itu ke taman belakang rumah.

" duduklah."

Shilla tak menuruti perkataan Alvin. Ia masih saja berdiri. Dan masih terus bergeming. Mulutnya masih terkatup rapat.

"hhhh....." Alvin menghela napas panjang.
" Aku tahu, kau pasti marah kan??? Tapi,,,, mengapa kau marah coba??"

Jlebb,,,, pertanyaan yang lebih tepat sebuah hantaman bagi Shilla membuatnya membelalakkan matanya. Mengapa ia sampai semarah ini pada Alvin? Mengapa ia menjauhi laki-laki itu? Bukannya mereka belum punya hubungan special??? Mereka hanya teman yang dipertemukan karena kesalahan.

Alih-alih selanjutnya, desahan panjang terdengar dari Shilla. Pertanyaan itu menyesakkan dadanya, lagi.

Shilla menghentakkan kakinya. Ia kesal atas perkataan Alvin tadi. Tapi, lagi-lagi tangan itu ditahan oleh tangan kekar Alvin yang tadinya duduk dibangku panjang yang ada ditaman belakang.

" lepaskan tang,,,,,"

cup,,,, satu kecupan hangat mendarat manis di bibir mungil Shilla. Bibir merona itu saling bertautan. Lama. Desiran-desiran darah mengaliri dengan cepat ditubuh dua manusia itu. Desahan napas keduanya beradu. Dengan gerakan cepat, tangan Alvin melingkar dipinggng Shilla lalu mendorong pinggang itu agar mendekatkan tubuhnya dan tubuh Shilla.

Shilla yang kaget hanya bisa menerima ciuman itu dengan pasrah. Saraf sadarnya belum bisa bekerja sempurna. Saat ini yang sedang bekerja hanyalah perasaannya saja. Perasaannya yang membiarkan ciuman itu berlangsung tanpa jeda.

Shilla mendorong tubuh Alvin saat ia mulai sadar dari apa yang ia lakukan.

" lepaskan....." rona merah yang sudah terlalu merah itu menghiasi wajah Shilla. Wajah dan bibirnya merona karena malu.

Alvin hanya menggaruk tengkuknya. Ia tahu ia salah. Tapi,,,, ia ingin membuktikan sesuatu pada gadis dihadapannya ini.

" maafkan aku....." ucap Alvin gugup. Ia takut kalau-kalau Shilla marah dan menamparnya.

Tapi nyantanya, Shilla malah terdiam. Dengan kepala menunduk dan tangan yang mengatup bibirnya.

" aku mencintaimu, Shill."

Glegar,,,,.... Pernyataan itu dengan seketika membuat Shilla mendongakkan kepalanya cepat. Tatapan matanya yang tajam seolah meminta Alvin untuk mengulangi kalimatnya itu.

" Aku mencintaimu. Aku ingin kau menjadi gadisku."

Lagi-lagi rona merah menghiasi wajah Shilla. Walau ia berusaha menutupinya, tapi tetap saja rona itu tetap tercipta.

" kau,,,, jangan bercanda Alvin." ucap Shilla malu.
Ciuman itu meluluhkan hatinya. Membuyarkan sakit hatinya.
" aku serius shilla. I'm seriously. Aku ingin kau menjadi gadisku. Menjadi gadis cantikku." seru Alvin berbisik diakhir kalimatnya.

Telinga Shilla geli saat Alvin berbisik mesra kepadanya. Dan dalam sekejap, rona merah itu tercipta lagi.
" kau mau menerimaku menjadi pacarmu?? Huh???"

Walau tak bersuara, tapi kepala Shilla memberi isyarat berupa anggukan. Dua kali berturut-turut. Dan sontak saja Alvin memeluk erat tubuh Shilla. Dan Shilla pun membalas pelukan itu. Sama eratnya.

" tapi,,, bukannya kamu dan prisilla masih...."

Alvin menghentikan kalimat Shilla dengan jarinya yang ia letakkan diatas bibir gadis itu.
" aku akan memberitahumu soal perempuan itu."

Shilla yang malu atas perlakuan pacar barunya itu, meninju lembut lengan Alvin. Yang membuat Alvin pura-pura kesakita dan mengeluh.

" Aduh...."
" kamu kenapa???? Alvin.... Alvin...."

Dan cup,,,, alvin mendaratkan satu kecupan lagi dikening Shilla. Ahhh,,, Shilla mendesah. Ia mengerucutkan bibirnya dan melipat kedua tangannya didepan dada.

" aku malu...."
"kenapa???"
"kalau Dinda melihat ini bagaimana???"
" dia gak akan tahu. Dia sedang tertidur. Hanya aku, kamu dan tuhan yang tahu, Sayang."


********

sekilas,,,, aku harap banyak yang mau baca cerbung amatiran ini. cuma buat hiburan doang kok. dan semoga ada yang mau coment. hahahahahahah harapan aku ini mah. @widarihasnita

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates