Jumat, 03 Mei 2013

Second Love part 3

Assalamualaikum readers :D *nyengirduluahhh.... Plak.
Karena lagi mengalir ide, akhirnya saya putuskan untuk membuat part 3nya. Maaf karena tagnya menyusul. Ok langsung aja ya. Take is it. :D

Alvin melangkahkan kakinya. Nampaknya, berlama-lama disamping Shilla membuatnya nyeri sendiri. Entah sejak kapan laki-laki berwajah oriental dan bersifat dingin itu merasakan sesuatu yang aneh dalam hatinya pada gadis periang seperti Shilla. Alvin menyelipkan tangan kanannya ke saku celana jeansnya.

Ia menghentikan langkahnya sesaat. Lalu menolehkan wajahnya 45 derajat kearah belakang. Bermaksud melirik Shilla.

" rok sekolahmu kotor. Nampaknya terkena mainan Dinda. Sebaiknya kau bersihkan dulu rokmu itu." seru Alvin yang langsung saja membuat Shilla menoleh ke arah belakang roknya.

Wajah Shilla tersipu malu saat ia mendapati noda hitam dibelakang rok sekolahnya itu.

" ahhh,,,, terima kasih. Alvin." shilla berbicara tanpa suara. Ia menatap punggung Alvin yang lamat-lamat menghilang dari pandangannya.

Shilla masih tetap berdiri ditempatnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Gadis itu terlihat kebingungan.

" heii,,, kenapa aku ditinggal disini? Kalau aku masuk tanpa di suruh, bisa dibilang tidak sopan dong." cerocos shilla pada dirinya sendiri.

Entah seperti mendengar perkataannya yang dibuatnya sangat halus, satu SMS dari Alvin mampir ke Handphone mungilnya.

" masuklah. Kau mau sampai kapan disitu? Mau menjadi patung penghias taman?"

Shilla tersenyum lebar. Ahh,,, Alvin. Anak itu bisa melawak juga rupanya.

Shilla masuk lewat pintu belakang. Saat akan berbelok ke arah kamar mandi, ia berpapasan dengan Mbak Rahmi. Pembantu yang telah merawat 2 anak tuan Sindunata sedari bayi.

" ehhh,,, Mbak." seru Shilla membungkukkan tubuhnya.

Rahmi yang disapa Shilla hanya tersenyum. Lalu pamit untuk mengurusi dapur lagi. Usai membersihkan roknya, shilla melangkah ke arah ruang tamu keluarga Sindunata. Di dinding ruang tamu itu, foto keluarga besar Alvin terpeta dengan apik. Tampak ayah, ibu, dia dan juga adiknya disana. Ahh,,, Dinda begitu lucu saat berfoto begitu. Tak menampakan gurat kejutekan yang didapati Shilla saat bersama anak itu tadi. Shilla kembali mengamati secara detail foto keluarga itu. Alvin begitu mirip dengan Ayahnya. Dan entah mengapa Shilla terus menatap tanpa berkedip sosok Alvin yang begitu menawan. Dengan berbalut jas hitam yang cocok ditubuhnya. Sadar atau tidak, gadis itu tersenyum sumringah saat menatap foto Alvin.

" Aku tampan kan? Sama seperti Ayahku."

Suara itu tiba-tiba saja terngiang ditelinga Shilla. Suara yang ia tahu itu suara Alvin.
" ya,,, begitulah. Kamu bahkan tidak terlihat jutek disana."

Shilla bermaksud menatap Alvin saat mengatakan kenyataan yang ia dapat tentang laki-laki itu dari foto yang dilihatnya. Namun karena jarak yang terlalu dekat, membuat Shilla dan Alvin saling tatap di antara desahan napas yang menderu. (?) :D

Karena Alvin yang lebih tinggi dari tubuhnya, membuat Shilla harus mendongak menatapnya. Sedangkan Alvin harus tertunduk sambil menempelkan satu tangannya ke didinding disebelahnya. Mereka terus beradu pandang. Dan lambat laun wajah dua insan itu juga terarah semakin mendekat. Hanya tinggal menghitung jari sampai hidung mereka beradu.

" Koko Alvin!" suara bocah yang terdengar membuat Alvin dan Shilla saling menjauh.

Dari balik pintu, Dinda berjalan sambil membawa beberapa buku dan tas.

" koko, lihat. Ceritakan kepadaku tentang isi dari buku ini." pinta Dinda memohon.

Shilla menilik sedikit ke sampul depan buku yang dipegang Dinda. Selanjutnya, gadis itu tersenyum manis.

" kalau boleh, bagaimana kakak saja yang menceritakannya padamu?" usul Shilla. Sebenarnya ini juga merupakan strateginya agar Dinda tak jutek lagi padanya.
" memangnya kau bisa?" seru Dinda mengacuhkan kemampuan Shilla.
" eheemm,,,," Shilla mengangguk pasti.

Dinda menatap Alvin. Mungkin meminta pendapat dari abangnya itu. Dan yang diberikan Alvin adalah sebuah anggukan pasti.

" ya sudah. Ini ambil." seru Dinda dengan suara melembut sambil menyerahkan buku kearah Shilla. Dan shilla menerima buku itu sambil mengacak pucuk kepala Dinda gemas.

Dua wanita itu melangkah memasuki kamar Dinda. Sembari melangkah Shilla berbicara tanpa suara kepada Alvin sambil mengacungkan dua jempol tangannya. " Aku pasti membuat adikumu nyaman padaku."

Alvin hanya menggaruk tengkuknya. Harus ia akui, karisma Shilla dalam menangani anak-anak memang begitu kuat. Dan tak sampai hitungan detik, lagi-lagi Alvin menyunggingkan senyumnya.

******
" dan akhirnya kelinci pun dikalahkan kura-kura karena kesombongannya." Shilla menyelesaikan cerita pada buku yang diberikan Dinda padanya. Lalu melirik kearah bocah itu. Melihat ekspresi apa yang diberikan gadis kecil itu.
" oooo,,,, ternyata kau pandai juga ya bercerita."

Shilla sempat terdiam. Huh,,, ia mendengus. Dinda masih saja memanggilnya dengan kata kau. Apa tidak bisa lebih sopan sedikiti? Memanggilnya kakak begitu?

" Dinda, hmmm.... Bagaimana kalau kita bernyanyi? Kakak tahu kamu pasti suka menyanyikan?" seru Shilla ngasal. Padahal ia tidak tahu kalau bocah itu suka bernyanyi.
" yah,,, kau.... Eh maksudku kakak benar. Aku memang suka bernyanyi."

Shilla tersenyum sumringah. Ahh,,, gadis lucu itu akhirnya memanggilnya dengan sebutan 'kakak' juga.

" Dinda mau bernyanyi apa?"
" hmmm......." Dinda sibuk berpikir memilih lagu apa yang akan dinyanyikannya bersama kakak perempuan yang dibawa abangnya pulang beberapa jam yang lalu.

Tanpa 2 wanita itu sadari, seorang laki-laki mengamati mereka. Sambil tersenyum dan terus memperhatikan salah seorang didalam ruangan bernuansa pinky girl milik Dinda.

" kau memang benar-benar gadis yang pandai, Ashilla."

#
nahloh. Ini udah panjang belum? Masih pendek? Udah greget belum? Ahhh komen ya gays.

Take is it. The place we made it :*
@widarihasnita
|
wassalamualaikum

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates