Jumat, 03 Mei 2013

Second Love part 5

Assalamualaikum. Aku kembali teman-teman *plak. Ok karena aku udah diprotes sama seseorang. Jiahh.... Karena kak Kiswah udah protes jadi aku post aja kali ya. Tapi maaf kalau ceritanya agak ngawur ngidul gitu. So,,,, hope you like itu. #muchlove :*

" Aku,,," ucap Shilla dan Alvin bersamaan.

Mereka sama-sama menggantungkan kalimat mereka. Selanjutnya mereka malah sama-sama salah tingkah. Alvin kembali fokus pada stir mobil, sedangkan Shilla membuang pandangannya ke arah luar mobil.

Shilla menghela napas panjang. Lalu, ia kembali mengalihkan pandangannya menatap lurus ke depan mobil. Sebenarnya Shilla agak jenuh kalau harus diam-diaman seperti ini. Kalau situasi ini terus berlanjut, debaran yang dirasakan Shilla bisa-bisa tertangkap oleh indra pendengar pria disebelahnya itu. Oh Tuhan, gadis itu gugup saat bersama pria yang nyaris layaknya manusia es seperti Alvin.

Sama halnya dengan Shilla, Alvin sendiri sudah gemetar bukan kepalang. Peluh sudah membanjiri lengannya tanpa shilla ketahui. Alvin berusaha menahan napas sejenak untuk mengontrol kegugupannya.

" ahh,,, ayolah Alvin. Jangan gugup. Dia hanya seorang Ashilla. Bukan Selena Gomez, wanita dambaan idola mu." seru Alvin menyemangati dirinya sendiri.

Shilla mencoba mencari sesuatu yang bisa membuat kegugupannya hilang sejenak. Ia mengedarkan pandangan ke setiap sudut mobil Alvin. Namun, pandangan liar itu berhenti pada foto 5 inci yang ada di hadapannya. Shilla mengambil benda itu karena penasaran. Tanpa sebelumnya meminta izin kepada Alvin. Shilla langsung shook saat ia mendapati ternyata yang ia pegang adalah foto seorang wanita cantik yang seumuran dengannya. Wanita yang sepertinya keturunan Jerman-indonesia. Yang lebih membuat Shilla ingin membunuh Alvin sekarang juga adalah karena di foto itu Alvin dengan wajah teduhnya merangkul pinggang gadis itu. Detik demi detik berlanjut, Shilla merasakan matanya kian memanas.

Shilla kemudian membalik benda itu. Cisss,,,, Shilla langsung membelalakkan matanya dan menutup mulutnya rapat-rapat.

" I love My Honey Priscilla. :* <3"

Tangan Shilla langsung membuat ekspresi berbeda. Tangan itu kian gemetar seiring Shilla menahan tangisnya. Untuk saat ini, ia benar-benar ingin menenggelamkan dirinya sendiri.

" Shill, kamu kena,,,," Alvin menggantungkan kalimatnya saat ia mendapati foto gadis yang memang pernah menjadi bagian dari kisah cintanya ada digenggaman tangan Shilla. Dan Alvin merasakan rasa sakit yang berbeda saat ia melihat Shilla menahan tangisnya.

" Shill, ini gak seperti yang,,,,"
" ahh,,, kamu ngomong apa sih Vin."
" Shill,,, priscilla itu udah,,,"
" hei. Kamu gak perlu jelasin apa-apa ke aku. Toh aku bukan siapa-siapa kamu kan? Aku cuma orang yang gak sengaja numpang lewat dihidup kamu." Shilla berusaha tersenyum dalam tangisnya. Berusaha tetap menjadi Shilla yang ceria walau sebenarnya, kali ini ia sedang tenggelam dalam rasa yang entah kapan hadir dalam dirinya.

Shilla masih menutup mulut dengan tangan kanannya. Ia tidak berani menatap laki-laki oriental disebelahnya setelah ia mengetahui satu kenyataan yang membuatnya - mengenal kata patah hati-. Shilla memilih memunggungi Alvin dan mengedarkan pandangannya ke luar.

Alvin memang masih terlihat seperti apa adanya Alvin. Masih terkesan datar dan tidak ketakutan. Tapi jauh dilubuk hatinya, ia sibuk meminta maaf dan memohon agar Shilla tak menghindarinya. Agar Shilla masih akan bermain ke rumahnya. Masih akan menyetel lagu Justin - penyanyi idola mereka- dan sama-sama menggoyangkan tubuh mereka seperti anak bayi.

Sepanjang menuju rumah Shilla, mereka terus terdiam. Tak ada yang memulai untuk membuka pembicaraan. Sedang Shilla yang masih membuang wajahnya dari Alvin masih terus menangis. Shilla tak bisa menghentikan aliran air matanya. Ia sudah tidak bisa mengontrol apa yang di reaksikan oleh indra penglihatannya. Iya,,, mata gadis itu kini sudah hampir berkantung mata. Dan saat ia menyadari jalanan itu telah dekat dengan kediamannya, Shilla buru-buru menghapus air matanya dan mencoba untuk tersenyum.

" come on Shilla. You can do it. Ok,,,!" Seru Shilla kepada dirinya sendiri.

Alvin menepikan mobil di depan rumah gadis yang sekarang sedang menangis karena foto sialan yang entah kenapa masih ada di jok mobilnya. Alvin tak beranjak dari duduknya selama beberapa saat. Namun saat ia mendengar Shilla akan bangkit dan meninggalkannya, ia buru-buru meraih tangan gadis itu sehinggan gadis itu urung keluar dari mobilnya.

" Shill,,, jangan pernah jauhin aku." pinta Alvin sungguh-sungguh. Ini kali keduanya ia mengatakn kalimat permohonan kepada seorang gadis.

Shilla tersenyum. Tepatnya berusaha tersenyum manis untuk laki-laki itu.
" Aku gak akan membenci kamu. Tapi kalau ngejauhin kamu,,,, maaf ya Vin. Aku gak mau ngerusak kisah cinta kamu sama wanita cantik bernama Prisil itu." suara Shilla terdengan gemetar.
" Shill,,, tapi aku gak bisa jauh dari kamu. Terus bagaimana dengan Dinda, Shill?"

Ahh,,, rasa miris itu semakin bertambah saat Alvin menyebut nama bocah itu. Dinda, Shilla sudah terlanjut mencintai gadis kecil itu. Ia sendiri tak tahu, apakah ia akan sanggup meninjakkan kakinya kerumah Alvin.

" Shill,,,,"

Shilla tak lagi menghiraukan perkataan Alvin. Ia segara keluar dari mobil itu dan berjalan memasuki rumahnya. Tanpa mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan kepada Alvin yang menatap nanar gadis itu dari dalam mobilnya.

Shilla terduduk lemah dibalik gerbang rumahnya. Disana, ia menekuk lututnya dan menangis sekencang-kencangnya. Ia tak lagi tahu apakan Alvin masih setia didepan rumahnya atau malah sudah pergi.

" Kenapa lagi-lagi aku harus ngerasain rasa ini? Kenapa?" ucap Shilla putus asa.

Suara itu terdengar begitu menyayat hati. Sampai-sampai membuat wanita paruh baya yang asyik memberi minum tanaman-tanaman kesayangannya menghentikan kegiatannya.

" Shilla,,??" wanita itu berseru lalu menghampiri sosok yang tak lagi asing baginya. Sosok gadis yang begitu dimanjakan dan disayanginya.

" Shilla, kamu kenapa Nak?"
" Mama,,,,,"

Shilla segera menghamburkan dirinya kepelukan wanita yang selalu setia mendengarkan keluh kesah hidupnya. Tentang cinta dan semuanya. Mama Shilla membiarkan anak tunggalnya itu menangis dalam dekapan hangatnya. Sambil terus membelai rambut gadis itu penuh sayang.

" kamu kenapa, Nak? Ya udah, cerita sama mama yuk. Kamu berhenti sebentar dulu ya, sayang."

Shilla mengendurkan pelukannya dari mamanya. Lalu menghapus air mata yang masih setia mengaliri pipinya. Ia mencoba tersenyum manis saat menatap mamanya.

Wanita yang ditatap tersenyum balik penuh cinta dan kasih sayang yang teduh dan lembut.

********
" Kamu, patah hati?" tanya mama Shilla saat mereka telah berada didalam kamar anak perempuannya itu.

Shilla menggeleng lemah. Ia tak tahu apakah ia bisa dikatakan patah hati atau tidak. Tapi yang pasti yang ia rasakan lebih perih dari yang ia rasakan sebelumnya.

" apa ada hubungannya sama Cakka?" tanya mama Shilla lagi.
" enggak ma. Shilla udah gak ada apa-apa sama laki-laki itu. Lagi pula ini kisah baru yang ingin aku ciptain, Ma. Tapi,,,, kisah itu harus usai sebelum berjalan."

Mama Shilla memicingkan matanya. Kening wanita paruh baya itu berkerut, menambah kerutan usia yang menghiasi wajahnya.

" Shilla sakit Ma." lagi dan lagi, Shilla sudah tak bisa membendung air matanya. Dan air mata itu dengan lihainya mengalir bebas menyusuri lekukan wajahnya.
" sayang, cinta itu memang seperti itu Nak. Kalau kamu mencintainya, pertahankan dia." saran mama Shilla.

Shilla merespon dengan gelengan kepala. Ia tak ingin mengiyakan usul mamanya.

" laki-laki itu telah memiliki orang lain, Ma. Jadi Aku gak berhak mempertahankannya."

Mama Shilla tahu apa yang betul badai yang dilanda putrinya. Lantas untuk menenangkannya, ia mendekap hangat tubuh gadis itu.

" terserah kamu, Anakku!"

 

 *******
Pagi ini, Shilla melangkahkan kaki jenjangnya disepanjang koridor sekolah tercintanya. SMA Citra Kasih. Tapi, langkah kaki itu seperti tak membawa sebuah harapan baru yang biasanya selalu menyertai gadis cantik berbehel ini. Yang biasanya selalu ada rona keceriaan, pagi ini tak nampak sedikitpun pada dirinya. Tatapan mata Shilla kosong menatap lurus kedepan koridor. Helaan napas panjang terdengar jelas darinya saat ia mendudukkan dirinya di singgasana kelasnya.

Sivia, gadis yang notabenenya teman sekelas Shilla melihat keanehan yang kentara dari gadis yang dikenalnya sebagai gadis periang. Gadis yang tak nampak murung selama ia sekelas dengannya. Namun, pagi ini gadis itu seperti kehilangan sebuah harapan indah dalam hidupnya.

Sivia masih memperhatikan Shilla yang sekarang menekuk kepalanya menyandar meja. Lalu, gadis berambut sebahu itu pun berinisiatif untuk mendekati Shilla.

" Shilla,,,," seru Sivia menyentuh bahu Shilla lembut.

Shilla menaikkan pandangannya. Ia mendapati gadis yang tempo hari diabaikannya hanya karena memikirkan tawaran konyol Alvin. Yang sekarang malah membuatnya terjerat dalam rasa aneh kepada laki-laki itu.

" Shill,,, kamu kenapa?" tanya Sivia lembut. Dan masih meletakkan tangan kanannya dibahu Shilla.

Shilla tak menjawabnya dengan spontan. Ia memilih untuk diam sejenak, dan akhirnya bibir merahnya meluncurkan jawaban yang di nantikan gadis di sebelahnya ini.

" Aku,,,, gak apa-apa, Via. Emangnya aku terlihat aneh ya?" jawab Shilla diiringi senyum manis yang dipaksakannya.

Sivia menganggukkan kepalanya. Ia sendiri juga menghela napas panjang saat memberi anggukan itu.

" yah,,,,. Kau tak terlihat seperti dirimu adanya. Kau aneh, Shilla. Kau murung, dan tidak ceria seperti biasanya."

Shilla mengalihkan pandangannya menatap Sivia. Ahh,,,, perubahan itu begitu kentara dalam dirinya. Ia masih berusaha tersenyum menatap Sivia. Ia menyandarkan kepalanya kebahu Sivia. Hanya beberapa saat. Dan setelahnya, Shilla menenggerkan tangannya ke bahu gadis itu.

" Via,,,, aku gak kenapa-napa. Hanya saja sedikit kurang enak badan."

Sivia tahu kalau sebenarnya ada yang disembunyikan Shilla. Tapi, ia tak mau memaksa gadis itu untuk membagi cerita yang mungkin belum siap untuk dia bagi kepadanya.

" Shill,,,," panggil Sivia dengan suara parau.
" Iya,,!!"

Sivia dan Shilla sama-sama melempar pandangan mereka. Mereka sama-sama menatap papan tulis dengan tatapan kosong.

" Kalau membicarakan cinta itu, memang tidak pernah ada habisnya, ya."

Shilla tertegun. Mengapa Sivia tiba-tiba berkata seperti itu? Apa Sivia tahu masalah yang melandanya? Padahal diakan belum memberitahukannya?

"Maksudmu?"

Sivia menahan napas sejenak. Lalu mengalihkan pandangannya ke arah luar kelas mereka.

" Kamu kenal kak Gabriel kan? Kakak kelas kita?"

Shilla mengangguk pasti. Ia memang kenal laki-laki itu. Laki-laki manis dengan tubuh tegap. Yang merupakan ketua osis dan anggota inti Tim Basket sekolah mereka. Shilla yang entah mengapa, malah ikut-ikutan menatap ke luar kelas. Tepat ke depan kelas di seberang kelas mereka. Dan itu adalah kelas Gabriel.

" memangnya kenapa dengan laki-laki itu, Vi?" tanya Shilla.
" hhh,,,, kau tahu Shill? Aku sudah menyukainya hampir 4 tahun. Dari SMP, saat kami satu sekolah dulu. Tapi aku membiarkannya menjadi milik sahabatku, Ify."

Shilla membesarkan bola matanya. Walau ia tidak mengeluarkan suara sedikitpun.

" bodoh kan Shill? 4 tahun. Dan sampai sekarang aku gak pernah bisa bilang ke dia kalau aku mencintainya."

Suara Sivia lamat-lamat terdengar bergetar. Dan tess,,,, tetesan air kesedihan itu akhirnya tak hanya meluncur dari mata indah Sivia, melainkan juga dari mata Shilla. Sivia masih terus membiarkan aliran dikedua pipinya, sambil terus menatap sosok yang dikaguminya. Yang sedang berdiri di ambang pintu kelasnya bersama seorang gadis.

Sedangkan Shilla, ia tenggelam dalam bayangan foto Alvin bersama gadis yang ia tahu bernama Priscilla. Bayangan itu membuat dadanya sesak. Andai saja waktu itu, Shilla tak pernah membuat masalah dengan Alvin, pasti ia tak akan merasakan rasa aneh yang ia tahu itu dinamakan Cinta.

********
Tak hanya Shilla dan Sivia yang merasakan sakitnya cinta. Alvin pun juga merasakan kegundahan yang berarti. Ia tak tahu mengapa foto sialan itu masih menghiasi mobilnya. Alvin mengacak rambutnya sendiri. Ia kacau, karena ia telah membuat gadis yang sukses membuatnya lepas dari keterpurukan kehilangan gadis yang dicintainya dulu menangis. Menangis karena kebodohannya.

"arrrgghhh,,,,"

Alvin menggeram. Ia kacau. Sangat kacau. " Shilla, maafkan aku." batin Alvin.

Bel panjang yang memenuhi seantero sekolah, membebaskan seluruh manusia yang bosan karena harus dihadapkan dengan beberapa pelajaran yang sebenarnya tak mereka suka. Namun, tak membebaskan Shilla dari kegundahannya. Karena Alvin dan foto itu.

" Hhhh,,,, Shill. Ke kantin yuk." ajak Sivia.

Shilla menganggukkan kepalanya. Mungkin menyibukkan dirinya diantara kerumunan orang bisa membuatnya sedikit melupakan kejadiaan saat itu.

" Shill,,,,"

Satu sapaan dingin tertangkap oleh indra pendengar Shilla. Ia tahu suara siapa itu tanpa ia harus membalikkan tubuhnya. Tapi, bukannya berhenti Shilla malah menarik Sivia agar mempercepat langkahnya.

" Shilla, tunggu!" Alvin mencoba menggapai tangan Shilla. Dan ia pun sukses mendapatkannya.
" aku mau ngomong sesuatu."

Shilla pun membalikkan tubuhnya dan mencoba bersikap wajar layaknya ia apa adanya.

" Mau ngomong apa?"
" aku mau ngomong sesuatu, tapi gak disini. Please!"

Shilla terdiam untuk beberapa saat. Ia tidak memandang wajah Alvin. Ia tidak berani memandang wajah laki-laki itu. Ia takut pertahanannya akan runtuh dan laki-laki itu akan menyudutkannya dan menanyakan yang tidak-tidak kepadanya.

" Maaf ya Vin. Tapi aku harus menemai Sivia."

Sivia yang tidak ingin mengganggu Shilla dan Alvin akhirnya membuka suaranya juga.

" Hmmm,,, Shill aku bisa ke kantin sendiri kok. Lebih baik kamu ikut sama Alvin aja dulu."

Belum Shilla memberi penolakan atas perkataan Sivia, gadis itu sudah melapaskan tangan Shilla dari lengannya. Dan langsung berjalan meninggalkan dua manusia itu.

" Shill,,,,."

Shilla menghela napas. Ia masih tak berani menatap Alvin.

" Soal,,,," seru Alvin namun ucapan itu segera dipotong Shilla.
" Oh ya Vin. Soal ganti rugi atas kesalahanku tempo hari, aku akan tetap melakukannya. Aku akan tetap bermain bersama Dinda. Tapi itu tanpa kamu." ucap Shilla dingin.
" kamu gak perlu ganti rugi Shill. Aku udah maafin semuanya." ucap Alvin menarik satu tangan Shilla kedalam genggamannya.

Genggaman tangan itu langsung menjalarkan rasa hangat kesekujur tubuh Shilla. Namun Shilla segera melepas genggaman itu.

" Makasih Vin. Jadi sekarang aku udah gak ada urusan sama kamu. Maaf sebelumnya. Aku harus pergi menemui Sivia."

Shilla langsung melangkahkan kakinya cepat meninggalkan Alvin. Alvin sendiri menapat punggung Shilla yang semakin lama menghilang dari pandangannya.

" Ashilla,,,,,," seru Alvin parau.

# nah,,,, aku post nih. Ceritanya makin ngawur ya? Udah greget belum? Seperti biasa ya, tag menyusul. Comen ya guys.

Take is it.
@widarihasnita

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates