Senin, 10 Juni 2013

bukan "Memeluk Bulan"

Aku menatap mata itu lagi. Mata yang selalu membuatku tak bisa berkutik. Mata yang selalu membuatku membeku setiap kali melihatnya. Mata yang selalu menatap tajam apa yang dilihatnya.
Dari sini, aku hanya bisa melihatnya dalam kebisuan. Dengan masih mengaduk-aduk es teh manis yang tadi ku pesan dari ibu kantin, aku masih terus memandanginya. Tepatnya, mencuri pandang darinya.
Ting,,, ting,,, ting,,,,. Bunyi itu tercipta dari benda didepanku. Benda yang sedari tadi hanya ku aduk-aduk saja isinya.
" Shill,,, kok gak dimakan sih?" tanya Angel, sahabatku.
Aku tersenyum hambar kepadanya. Lalu, aku memulai lagi apa yang menjadi rutinitasku setiap kali aku berada disini. Menatapnya dari ekor mataku.
" Shill,,,," Angel menyerukan namaku. Namun aku tak merespon seruannya itu.
" Shill,,,," ulangnya lagi.
Aku langsung menghadapkan wajahku menatapnya. Dan saat aku begitu, mata indah itu tertangkap oleh indra penglihatanku.
Dan deg,,,, rasa itu mengalir dengan hebatnya. Oh tuhan,,,, mata itu, keluhku. Ia menatapku juga. Tapi, tak ada senyum yang ia ciptakan untukku. Ia hanya memandangku dengan sikap dinginnya. Seperti orang yang tak saling mengenal. Dan mungkin dia memang tak mengenalku.
Aku buru-buru menundukkan kepalaku. Rasa gelisah yang menjalar disekujur tubuhku, membuatku salah tingkah. Dan untuk menutupinya, aku pura-pura menarik mangkok bakso yang sedari tadi ku abaikan. Angel memicingkan matanya melihat tingkahku yang mendadak berubah itu.
" hello,,,," Angel mengibaskan tangannya didepan wajahku.
" apaan sih, Ngel??"
Angel masih memicingkan matanya. Sebelah alisnya terangkat. Dan kerutan itu menghias keningnya yang agak lebar.
Dari ekor mataku, aku melihatnya beranjak meninggalkan meja kantin yang tadi ia tempati. Bersama teman-temannya, ia melangkah ke arah lapangan basket. Lapangan favoritnya. Karena yang aku tahu, ia sangat menyukai olahraga itu. Ahh,,, andai saja aku anak basket, mungkin aku akan sering bertemu dengannya.
Dari tempatku, lapangan basket itu terlihat sangat jelas. Bersama teman-temannya, ia mengoper bola dan langsung mensyutnya. Hap,,, bola itu tepat sasaran. Dan aku, entah mengapa menyunggingkan senyumku saat melihatnya berhasil memasukkan bola didaerah three point.
Ia kebali mendribbel bola itu. Rambutnya yang tipis, lepek karena keringat yang membanjiri tubuhnya. Namun walaupun ia begitu, ia masih terlihat tampan. Rambut depannya, jatuh menutupi dahinya. Ya tuhan,,,, dia begitu tampan saat begitu.
" Rio,,,,,"
Ify, melangkah mendekatinya. Gadis yang ku tahu sangat dekat dengan orang yang ku kagumi itu mendekati Rio dengan sebuah handuk dan sebotol minuman.
" ini,,,," serunya.
Rio menerimanya dengan senyumnya yang menawan. Aku lantas menundukkan kepalaku. Lalu, bangkit dari dudukku dan melangkah ke arah kelas.
" eeehhh Shill,,,, tunggu."
Ahh aku baru ingat. Angel,,, aku meninggalkannya.
" kok,,,,"
" maaf, Ngel. Mendadak aku ingat kalau aku belum menyelesaikan catatan kimiaku." aku berbohong kepadanya. Dan aku tak tahu seberapa marahnya Angel kalau sampai dia tahu aku membohonginya.
Angel menganggukkan kepalanya samar. Lalu ia mengikutiku tanpa menghentikan kegiatannya mengunyah bubble gum.
************************
Aku membuka tutup botol minuman kaleng yang ku beli dikantin tadi siang. Sambil melangkah menuruni anak tangga, aku menikmati minuman itu. Brusss,,,, ahh. Tiba-tiba saja hujan mengguyur sekolahku yang sudah sepi. Aku memasang tampang lesuku. Selalu saja sial. Mengapa saat giliranku piket selalu turun hujan begini? Aku mengeluh dalam hati.
Aku menatap nanar rintik-rintik air yang turun dari atap bumi. Lalu aku menutupi kepalaku dengan tas ranselku untuk menyebrang ke koridor yang langsung tembus ke depan gerbang sekolah.
Aku melirik sekitarku. Benar-benar sepi. Kalau saja tadi aku menerima tawaran Angel untuk menemaniku, pastilah aku tak sendirian begini.
Langit diatas sana tak menunjukkan tanda-tanda untuk menghentikan hujan yang ia turunkan. Malah, hujan itu semakin deras aja. Aku mendengus beberapa kali. Bunyi dari handphoneku lantas mengalihkan perhatianku. Kak Alvin, kakak laki-lakiku baru saja mengirimiku pesan. Dia terjebak macet. Dan sialnya lagi, aku harus lebih lama disekolah untuk menunggunya menjemputku.
" belum pulang?"
Suara itu membuatku menoleh. Hitungan detik setelahnya, tubuhku mematung. Aku melihat mata indah itu. Aku melihat wajah hitam manisnya yang basah karena air hujan. Sesekali ia mengibaskan kepalanya untuk mengurangi kadar air yang membasahi kepalanya. Pantulan bola yang ia bawa menjadi sebuah suara yang menyertai kebisuanku.
Ahh,,,. Aku segera menggeleng. Aku baru tersadar, kalau aku belum menjawab pertanyaannya. Aku benar-benar kelu. Aku tak bisa bersuara dihadapannya.
" kenapa?"
Aku menatap hujan. Dan ia juga melakukan hal yang sama.
" apa hanya karena hujan?" tanyanya lagi.
Aku menggeleng. Angin yang menyertai hujan itu berhembus mengenai tubuhku. Membuat rasa dingin yang hebat dikulit-kulitku.
" aku menunggu kakakku." jawabku setelahnya.
Entah apa yang sebenarnya sedang ia lakukan. Ia memasukkan tangannya kedalam ranselnya. Dan mengeluarka sebuah jacket kulit dan menyerahkannya padaku.
" pakailah." ucapnya.
Aku dengan ragu dan malu-malu mengambil jacketnya juga.
" kamu?"
" tenang saja. Tubuhku sudah terlanjur basah. So,,, lebih baik kamu yang menggunakannya." ucapnya lagi.
Aku menatap jacketnya. Lalu, mengalihkan pandanganku ke belakang tubuhnya.
" kau mencari siapa?"
Aku diam. Dan lagi-lagi aku hanya bisa memberi gelengan untuknya.
" kau sedang menunggu pacarmu ya? Makanya pulangnya lama?" ucapku asal. Dan aku tentunya sudah siap jikalau ia menjawab pertanyaanku itu dengan jawaban yang sebenarnya tidak aku harapkan.
" pacar?"
Aku menganggukkan kepalaku. Iya, pacarmu rio. Siapa lagi? Ucapku dalam hati.
" aku tidak punya pacar."
Jawaban itu melegakan hatiku. Dan saat mendengarnya aku tersenyum.
" kalau begitu mengapa kau belum pulang?" tanyaku padanya.
" entahlah. Aku memang sering pulang lebih lama. Menurutku, aku lebih suka menghabiskan waktuku untuk bermain dengan benda ini." ia menunjuk bola yang masih saja dipantulkannya.
" kakakmu masih lama?"
Aku mengangkat bahuku.
" dia bilang, terjebak macet."
" lebih baik kau beritahu kakakmu. Supaya tidak usah menjemputmu. Biar kamu pulang bersamaku saja."
Aku membulatkan mataku. Apa aku tidak salah dengar? Rio mengajakku pulang bersamanya?
Rio langsung menarik tanganku. Aku hanya bisa mengikutinya saja. Ia lantas membuka pintu mobilnya dan mempersilahkan aku masuk.
" kau benar-benar tidak punya pacar rio?"
" kau tahu namaku?"
Aku menganggukkan kepalaku. Jelas saja aku tahu tentangmu Rio. Bahkan kapan kamu ulang tahun juga aku tahu. Semua tentangmu aku tahu. Selain isi hatimu.
" memangnya kenapa? Dari tadi kamu menanyakan itu."
" aku hanya takut kalau ada yang marah melihatmu mengantarku pulang."
Rio tak menjawab ucapanku. Suasana hening pun menyeruak. Rio tak lagi mengeluarkan suaranya. Dan aku, aku jadinya hanya menatap dashboard mobilnya saja.
" Kamu selalu memperhatikanku ya?" pertanyaan Rio spontan membuatku tercekat. Membuatku seperti kehilangan oksigen untuk aku bernapas.
Dari mana dia tahu? Atau jangan-jangan,,,, ahhh bodohnya aku.
" hhh,,,, aku tahu tentang apa yang kau lakukan, Shilla."
" kau tahu namaku?"
Rio menganggukkan kepalanya. Ia lalu menghentikan mobilnya dipinggir jalan raya.
" Tentu. Aku tahu. Aku tahu apa yang sering kamu lakukan dikantin. Dan kenapa aku tahu? Karena aku juga memperhatikanmu."
Rio. Ahhh,,,, ia berbohong? Atau ia sedang bercanda. Rio,,, jangan membuatku menangisi kebodohanku karena memperhatikanmu dalam diamku. Jangan kau sindir perbuatan bodohku itu dengan kata-kata mu yang kamu bilang kalau kamu juga memperhatikanku.
" Kau jangan meledekku, Rio."
Rio menaikkan daguku. Dan lagi, rasa gelisah itu mengalir diseluruh tubuhku.
" Aku mencintaimu. Asal kau tahu, aku bahkan pulang lebih lama tadi karena aku menunggumu."
Aku membulatkan mataku. Kata-kata itu?? Heii,,,, sejak kapan Rio memperhatikanku?
Aku menepis tangannya. Lalu mengalihkan pandanganku menatap jalanan yang masih diguyur hujan.
" aku memang mempunya rasa khusus ini untukmu. Tapi,,,, jangan membuatku membutakan mataku. Aku tahu, kau sudah punya gadis pilihanmu kan?"
Aku mendakwa Rio. Tapi aku bukan mendakwanya tanpa alasan. Cukup banyak alasan untuk ku ungkapkan mengenai penuturanku tadi.
" Maksudmu?"
" aku tahu, kau menyukai ify kan? Jadi jangan pernah mengatakan kalau kamu mencintaiku." Aku menangis. Cinta ini membuatku bodoh. Membuatku bodoh karena begitu cengengnya menangisi kebodohanku itu.
Rio tertawa. Iya,,, dia tertawa. Dia pastilah menertawakanku. Menertawakan kebodohanku.
" hentikan tawamu. Aku tahu aku bodoh."
" hei,,,,. Kenapa dengamu? Aku tahu kau mempunyai rasa yang sama denganku. Masalah ify? Dia itu adik sepupuku, Shilla. Jangan cemburu dengannya."
Rio menggenggam tanganku. Lalu menciumnya mesra.
" Sikap dinginku itu kutunjukka karena aku ingin melihat seberapa bisa kamu tahan dengan sikapku itu."
Aku meninju lengan Rio pelan. Dan Rio, mengambil tanganku itu. Dunia bagaikan menghentikan putaran waktunya. Pandangan mata indah itu membuatku terbuai lagi.
" jadilah pacar ku, Shilla. Untukku."
Aku mengangguk. Tuhan,,, inikah cerita indah dibalik penantianku? Inikah cerita indah dibalik kekecewaanku selama aku memperhatikan rio?
Aku memeluk Rio. Walau tubuhnya basah, aku tak pernah perduli. Karena saat ini Cinta itu datang untukku. Datang untuk menyambut penantianku. Membuatnya menjadi sesuatu yang berharga.

1 komentar:

yeshawnagaa mengatakan...

Casino Nightclub & Party Venues - Hendon Mob
Play your 울산광역 출장샵 favorite slot machines and party clubs at MGM National Harbor and 인천광역 출장안마 Atlantic City. Enjoy a 강릉 출장안마 night 여수 출장샵 of excitement with your buddies at our Casino Nightclub & 부천 출장안마 Party

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates