Selasa, 29 Oktober 2013

Ashilla [cerpen mini]



Ashilla
Oleh: @WidariHasnita (no plagiat ok ^_^)

            Tiitt,,, tiitt,, tiitt,,,, bunyi mesin pendeteksi jantung yang ada di ruang ICU itu memekakan telinga semua orang yang ada disana. Membuat suasana mengharukan yang begitu kalut. Derai air mata tertumpah seiring mereka melihat tubuh Shilla yang terbaring tanpa daya di atas ranjang rumah sakit yang hanya berukuran 3 kaki.
            ray, saudara kembar gadis 18 tahun itu hanya bisa menatap nanar adik kembarnya yang tersenyum dalam ketidakberdayaan. Sedangkan Sivia, kakak sepupunya menangis sejadi-jadinya dalam pelukan suaminya, Gabriel.
“ Bangun adikku, bangun!” suara Ray terdengar serak dan bergetar. Laki-laki itu telah menahan kesesakan dalam dadanya. Yang akhirnya menyebabkan air mata dari pelupuk matanya tertumpah juga.
“ Shilla, kau dengar kami? Bangunlah sayang.” Seru sivia masih dalam pelukan suaminya.
            Tiitt,,,,tiitt,,,,ttiitt,,,, bunyi denyutan jantung Shilla masih menunjukkan keadaan yang sama. Tak berubah sama sekali. Tangis haru pun memenuhi ruangan itu.
“ Shilla, bangun adikku.”
            Selang beberapa saat Ray  mengeluarkan suaranya, jemari Shilla menunjukkan perubahan yang berarti. Perlahan jari itu bergerak. Dan mata gadis yang telah tertidur dalam ketidakberdayaan selama 2 minggu itu akhirnya terbuka juga.
“ Shilla,,,!”
            Tanpa menunggu lagi, sivia langsung menghamburkan dirinya kepelukan Shilla. Menumpahkan semua air mata kekhawatiran yang mengiringi ketidakberdayaan gadis itu.
            “ Heii,,,. Kalian semua mengapa menangis?” Shillaa bersuara lemah. Suaranya juga tak terdengar karena mulutnya masih terbungkus alat bantu pernapasan.
“ kakak, sudah berapa lama aku diruangan ini? Sudah berapa lama pula kalian menungguku?”
“ Tepatnya dua minggu sayang. Tapi tak apa.  Kami tak merasa terbebani jika harus menunggumu.”
            Shilla memetakan senyum tulus pada bibir mungilnya yang pucat pasi. Gadis cantik itu tak memiliki keberdayaan dalam takhlukan penyakit ganas yang telah melekat pada dirinya selama umurnya itu. Kanker darah yang harus diderita darah cantik itu membuatnya harus terkulai lemah.
“ Kakak, aku mau pulang.” pinta Shilla lemah.
“ Tapi kau masih harus dirawat.”
            Shilla menggelengkan kepalanya pelan. Itu wujud penolakannya atas perkataan sivia.
“ Aku sudah sembuh kak. Tolonglah, bawa aku pulang. Masih banyak hal yang ingin aku kerjakan. Tolonglah,,,!!!!”
            Suara lemah itu menohok sampai ke ulu hati Ray. Ia begitu kasihan melihat penderitaan pada adiknya itu.
“ Ray,,,”
“ Iya. Aku akan membawa Shilla pulang kak.” Suara Ray menegaskan ulang tentang kepastian jawaban atas permintaan adiknya itu.
“ Terima kasih” bibir Shilla membentuk kalimat itu, tanpa suara yang terdengar.
            Sore harinya, sagita telah benar-benar dibawa pulang ke rumah. Gadis itu tidak terlihat sakit saat ia melakukan kegiatan yang ia senangi. Malah ia terlihat seperti gadis yang begitu sehat.
“ Mau kemana?”
            Shilla menolehkan kearah sumber suara yang ia tahu itu tertuju kepadanya.  Lalu ia tersenyum dan membalikkan tubuhnya. Sebelumnya Shilla menunjuk kearah luar rumahnya. Diikuti oleh tatapan mata Ray yang tajam.
“ Tidak,,!”
“ Ayolah kak. Izinkan aku. Please!” suara Shilla memohon.
            Tatapannya memelas dengan tangannya yang terus menggoncangkan lengan Ray.
“ Shilla kau masih,,,,,,,,,,,”
“ kak, aku sudah sembuh. Please!”
            Ray menghela napas pasrah. Dan pada akhirnya ia memberikan izin pada adiknya untuk menemani anak-anak kecil yang rutin bermain dihalaman rumahnya.
“ Kak shilla.” Seruan bocah mungil 5 tahun membuat Shilla menyunggingkan senyum lebar diantara sudut-sudut bibirnya.
“ Haii,,, kakak kangen deh sama kalian.”
“ Kami juga. Kakak kemana aja sih?” seru bocah laki-laki sambil berkacak pinngang dihadapan Shilla.
            Shilla hanya mengacak pucuk kepala bocah-bocah itu satu per satu. Sembari menyunggingkan seulas senyum. Diantara bocah-bocah itu, ada satu orang yang juga sama dengannya. Gadis itu juga menderita kanker sepertinya. Tapi nasib bocah itu lebih kasian dari pada dirinya. Karena diusia yang masih 6 tahun gadis itu harus kehilangan rambut indahnya karena pengaruh terapi yang dijalaninya.
            “ kak. Sebenarnya Tuhan itu adil gak sih? Kenapa harus aku yang menderita penyakit ini?” seru bocah pengidap kanker otak itu kepada Shilla. Sekarang mereka hanya tinggal berdua saja. Bocah-bocah sehat yang lainnya telah pulang kerumah mereka masing-masing.
“ Tuhan itu adil, Sayang. Kau tahu kan? Kakak juga pengidap kanker sepertimu. Tapi kakak gak pernah marah sama Tuhan. Karena kakak tahu Tuhan punya rencana indah dibalik semua ini.” Shilla menoel hidung bangir bocah itu lalu melanjutkan kata-katanya.
“ Walaupun kita tidak seperti orang kebanyakan tapi kita tidak boleh terpuruk, Sayang. Kita masih bias menolong orang lain dengan kekurangan kita ini. Kau tahu bintang? Bintang itu jumlahnya sangat banyak. Ada berjuta-juta bintang diatas langit sana. Dan diantara berjuta bintang itu aka nada bintang yang paling terang. Ya, walaupun dia bintang yang bpaling cepat mati, tapi dia telah memberikan cahaya keindahan untuk makhluk yang melihatnya.”
            Bocah itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Entah mengapa satu tetes air mengalir dari matanya.
“ Kita semua pasti mati, Sayang. Tapi mungkin kita yang lebih dulu mati dari yang lain”
            Bocah itu tersenyum manis. Sagita sendiri menahan tangisnya karena ia tidak ingin menangis dihadapan bocah yang telah diberikan semangt hidup olehnya. Setelah bocah itu pulang, ia masuk kedalam rumahnya.
            Bruukk,, Shillaa terjatuh. Lalu ia bangkit. Ia kembali meneruskan langkahnya. Gadis itu berjalan sempoyongan. Wajah indah yang tadi tampak segar, sekarang berubah menjadi sangat pucat.
“ Ahhh,,,,,,,,,!!!”
            Teriakan Shilla membuat orang-orang yang ada dirumahnya segera berhamburan menemuinya. Setelah mendapati tubuh Shilla yang tergolek lemah diatas tanah dengan mata terpejam, dengan cepatnya Ray menghampiri dan mengangkat tubuh adiknya itu.
“ Kak,,,,,,,” Shilla sadar dalam bopongan kakaknya.
            Ray meletakkan tubuh gadis itu diatas kasur kamarnya.
“ jangan bawa aku kerumah sakit lagi. Aku sudah bosan kak. Biarlah aku disini sampai akhir napasku.”
“ Gak. Kamu gak boleh gitu.”
            Shilla menggeleng lemah.
“ Aku bahagia punya keluarga ini. Kak, aku mohon. Selepas keabadian menyusulku, berikan mata ini kepada Acha. Bocah kecil di ujung gang sana. Aku mohon. Aku ingin anggota tubuhku ini berguna untuk orang lain.”
            Ray menggelengkan kepalanya kuat. Kata-kata adiknya menohoknya terlalu dalam. Belum sempat ia mengucap kata, gadis itu telah tertidur dalam keabadian.
“ Ya Allah, Shilla. Bangun.”
            Tubuh gadis itu terus digoncangkan. Namun tak juga nampak bergerak. Isakan tangis pun pecah diantara mereka. Dengan keyakinan dan rasa sayang kepada adiknya itu, Ray bertekad dengan pasti.
  “ Kakak akan mewujudkan keinginanmu itu, Sayang. Kakak janji!”

                                    _ Selesai_









Senin, 30 September 2013

lomba menulis "cinta terpendam" by mozaik indie publisher

Banyak yang bilang jatuh cinta berjuta rasanya, apalagi jatuh cinta untuk pertama kali. Saat kedua mata bertemu, saat harapanku ada padanya, saat keindahan duniawi terpancar alamiah, saat itu pula aku hanya bisa memendam rasa. Bukan karna aku tak mampu menggapai, tapi ada seseorang yang sedang menggenggam erat tangannya. Atau kepribadiannya yang terlalu sempurna yang tak mungkin kumiliki. Atau mungkin ada alasan tertentu lainnya. 
Mozaiker pernah mengalami hal serupa? Jangan hanya menjadi pengagum, memandangnya dengan jarak 2 meter sudah membuat bahagia. Ini saatnya Mozaiker membuat event untuk kalian. Tuangkan semua ide gilamu tentang cinta terpendam dalam sebuah tulisan.
Syarat:
Lomba terbuka untuk umum.
Wajib me-Like fanpage MozaikIndie Publisher, meng-add FB Mozaik Indie Publisher dan Nova Pjn (https://www.facebook.com/nova.blank) sebagai PJ event.
Peserta wajib menyebarluaskan info lomba ini dengan cara meng-copy-paste di catatan FB masing-masing. Tag 20 teman FB termasuk FB  Mozaik Indie Publisher dan  Nova Pjn (sebagai bukti telah mendaftar event ini).
Jika lewat blog, maka kamu harus publish blogmu di twitter dengan format: #AudisiCintaTerpendam[linkblogmu] mention: @MozaikIndie dan minim 5 orang temanmu.
Kisah nyata yang belum pernah dipublikasikan, bisa kisah sendiri (sudut pandang orang pertama, aku atau saya) atau menceritakan orang lain dengan sudut pandang orangketiga (dia), nama orangnya boleh disamarkan. Jika yang ditulis adalah kisah orang lain maka harus ada keterangan dari orang yang bersangkutan bahwa itu adalah kisah nyata.
Tiap peserta hanya boleh mengirimkan masing-masing 1 naskah terbaiknya.
Ditulis di kertas A4, Font; Times New Roman, ukuran huruf 12, spasi 1,5, margin 3333(cm),  tidak mengandung SARA dan Pornografi.
Panjang naskah 6-8 halaman, dan harus menyertakan biodata narasi maksimal 100 kata diakhir naskah.
Kirimnaskah kamu ke email audisicintaterpendam@yahoo.com dengan ketentuan subject dan nama file sbb : CT_nama penulis_judul naskah. Contoh :CP_Merry Januarti_Kusentuh dalam mimpimu. Semua berkas dilampirkan di attachment, jangan di badan email.
Update peserta bisa dilihat di catatan FB Nova Pjn yang akan dilakukan 1 minggusekali.
Lomba dimulai hari ini 9 September 2013 dengan deadline 9 Oktober 2013. Pengumuman peserta yang lolos menyusul tergantung kondisi dan banyaknya naskah yang masuk.
Hadiah
20 naskah yang lolos akan dibukukan di MozaikIndie Publisher. Jika kualitas naskah sangat menjual, akan kami coba ajukan dulu ke penerbit mayor.
2 naskah terbaik berhak mendapat 1 bukti buku terbit dan sovenir cantik dari PJ.
Semua penulis kontributor terpilih mendapatkan royalti berupa potongan harga 15% per buku yang dapat dipesan melalui Mozaik Indie Publisher. Sehingga semakin banyak buku yang kamu jual sebanyak itu pula royalti yang kamu peroleh. Kita sama-sama bisa mempromosikan bukunya dan menjualnya.
Jika ada pertanyaan mengenai info lomba ini, silakan menghubungi:  audisicintaterpendam@yahoo.com  @MozaikIndie

Sabtu, 31 Agustus 2013

LOVE gila!!! part 2

  • Alvin menghentikan laju mobil camri didepan rumahnya. Ia lalu turun dari mobil dan membukakan pintu mobil sebelah kanan.

    " turun!" seru Alvin pada gadis dengan mata sembab yang masih duduk didalamnya.
    Chelsea, gadis itu mengangguk sekilas. Ia menatap Alvin yang berdiri dengan sebelah tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana
    .
    " ikut gue." pekik Alvin lagi.

    Chelsea mengikuti langkah kaki Alvin. Mulai dari menaiki tangga depan pintu utama sampai ke sebuah kamar dengan interior berwarna biru cerah.

    Alvin menaikkan dagunya ke arah kamar itu. Ia menyuruh chelsea untuk masuk kedalam.

    " chel, lo sekarang tinggal disini. Dan ini jadi kamar lo sekarang."

    Alvin masuk kedalam, lalu melangkah mendekati jendela besar yang menghadap ke taman belakang. Alvin membuka gorden putih susu yang menutup jendela. Cahaya langit sore pun terlihat jelas dari sana.

    Alvin meninggalkan kamar Chelsea. Ia menutup pintu kamar itu. Tapi, kepala Alvin nongol lagi sebelum sempat menutup pintu itu dengan sempurna.

    " istirahatlah. Besok, kita harus ke pemakaman."

    Chelsea manggut sekali. Alvin menutup pintu itu dan pergi ke teras belakang rumah yang langsung berakhir dengan kolam renang.
    Alvin membuka kemeja yang ia kenakan tadi. Ia sampirkan kemeja itu ke kursi panjang yang ada diteras belakang. Ia menghela napas berat. Lalu menghempaskan dirinya dipinggiran kolam.

    *******
    Chelsea menatap jam dinding yang ada di sebelah rak buku kamar baru - rumah Alvin pastinya-. Ia menatap sejenak ke arah matahari terbenam.

    " kak Shilla..." pekik Chelsea. Ia buru-buru mendekati jendela besar yang tadi dibuka Alvin.
    Hilang. Chelsea menitikkan air matanya untuk yang kesekian kalinya. Bayangan Shilla lenyap bersama hilangnya cahaya senja yang sekarang sudah berganti dengan langit yang berwarna gelap. Chelsea melihat, kakaknya itu melambai dengan wajah damai kearahnya. Cantik sekali. Dengan rambutnya yang tergerai, serta gaun selutut berwarna putih.

    Shilla tersenyum manis ke arah Chelsea. Chelsea melihat itu. Senyum yang mendadak juga hilang. Chelsea menundukkan kepalanya, ia menatap lantai keramik berwarna cokelat gading lalu menutup gorden jendela.

    Chelsea merebahkan tubuhnya kekasur. Dipeluknya baju terakhir yang dikenakan Shilla. Sebelum akhirnya, ia terlelap dalam mimpi indahnya bersama Shilla.

    *******
    Alvin menceburkan dirinya kedalam kolam renang. Jangan ditanya seberapa dingin air yang sekarang sudah membasahi seluruh tubuhnya. Alvin tak begitu peduli. Ia terus menyelam sampai ke seberang kolam.

    " Aaaaa......" Alvin teriak sekencang mungkin didalam air. Suara kemericik air terdengar samar. Gelembung-gelembung gas bermunculan akibat teriakan Alvin.

    Alvin menaikkan kepalanya. Ia memukul berulang kali air kolam.

    Alvin menangis. Luka dalam hatinya membuatnya rapuh dan akhirnya mengeluarkan air mata. Memang bukan sejatinya kalau laki-laki itu menangis hanya karena penghianatan. Tapi, apakan Alvin salah kalau ia menangis? Apa ia salah kalau ia sedih kehilangan orang yang dicintainya? Mungkin, tak selamanya menangis itu menjadi sebuah kesalahan. Tapi, menangis juga karena kesakitan yang begitu tak terkira rasanya.

    ******
     Alvin mengetuk pintu kamar Chelsea. Alvin menggunakan baju hitam selengan dan celana hitam panjang. Hari ini adalah hari pemakaman Shilla. Ahh... Alvin begitu tersayat. Bagaimana mungkin ia mampu menghilangkan nyawa gadis yang sebelumnya tak pernah ia kenal. Alvin gelisah, rasa bersalah menggelayuti hatinya.

    Chelsea keluar kamar. Ia juga memakai pakaian serba hitam. Tanpa menunggu lama, mereka berdua langsung melangkah kearah mobil dan pergi ke pemakaman Shilla.

    " Apa lo membenci gue?" tanya Alvin pada Chelsea usai pemakaman Shilla. Chelsea mengelus nissan Shilla dan mengecupnya sekali. Kemudian, ia menelengkan kepalanya menatap Alvin.

    " kak Shilla gak pernah ngajarin aku untuk jadi seorang pembenci." seru Chelsea tanpa ragu.

    Alvin menghela napas. Kalau saja Chelsea tidak terima dengan hilangnya nyawa Shilla, mungkin sekarang Alvin sudah memakai pakaian tahanan dan tidur diruang kecil yang hanya beralas tikar.

    " Lihat kak!" seru Chelsea pada Alvin. Alvin mengernyitkan dahinya. Ia menatap ke arah Chelsea yang berbinar menatap langit.
    " apa???" tanya Alvin.

    Chelsea menyuruh Alvin untuk melihat ke arah langit. Memang, saat pemakaman sedang berlangsung bahkan sampai sekarang, gerimis terus mengguyur bumi.
    Alvin mengikuti arah pandang Chelsea. Dilangit, tepat diatas pusaran makam Shilla, pelangi nan indah muncul. Bukan hanya satu, dua bahkan jumlahnya.
    " Indah kan kak?"

    Alvin mengangguk memuji dalam hati. Baru kali ini ia menyaksikan pelangi seindah itu bahkan diatas pusaran makam seorang gadis.
    Mereka meninggalkan makam, setelah sebelumnya menabur bunga terakhir dimakam Shilla.

    ********
     " terima kasih..."

    Alvin terperanjat. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Tak ada siapa-siapa.
    " Aku harap, janjimu akan kamu tepati."

    Alvin mengedarkan pandangan. Ia menurunkan bacaannya dan melatakkan ke meja.
    " Huaahhh...." Alvin repleks melempar majalah yang ada dimeja ke arah pintu kamarnya.
    " hihihi...." suara tawa itu renyah sekali. Membuat Alvin merinding.
    " maaf. Kamu takut ya sama orang mati kayak aku?"
    " lo??? Bukannya.... Enggak mungkin."

    Alvin mengibaskan tangannya. Ia masuk kedalam selimut dan langsung memejamkan matanya. Tubuhnya bergetar.

    Alvin merasa aneh. Seharusnya ada hawa-hawa panas kalau ia berada dibawah selimut. Tapi ini kok...??? Kok dingin???

    " huahh...." Alvin menjerit. Selimutnya sudah ditarik ke bawah kasur.
    " kak Alvin? Kenapa teriak-teriak?" Chelsea langsung berlari ke kamar Alvin setelah mendengar terikan histerisnya Alvin.
    Alvin malu. Enggak mungkin ia terlihat ketakutan didepan anak 12 tahun seperti Chelsea.
    " ahh enggak. Gue cuma lagi baca komik pakek suara double aja." alibi Alvin.
    Chelsea memicing.
    " kakak yakin?"

    Alvin lantas mengangguk. Dan memberi isyarat untuk Chelsea agar istirahat. Ada kejutan yang akan diberi Alvin untuknya.

    Chelsea pun melangkah meninggalkan kamar Alvin. Buru-buru Alvin menutup pintu kamar dan menguncinya.
    " haiii...." suara itu kembali mengagetkan Alvin.
    Masih jam 8 malam. Tapi kenapa suara-suara aneh itu mengusiknya?
    " Lo kenapa gangguin gue? Gue minta maaf kalau gue udah ngilangin nyawa lo. Maafin gue...gue gak sengaja."
    Gadis itu terbang mengitari tubuh Alvin. Sesekali ia cekikikan menatap wajah Alvin yang pucat sambil ditekuk itu.
    " aku cuma mau ngucapin terima kasih. Alvin..."
    Alvin melotot. Hantu Shilla tahu namanya? Ulala... Alvin langsung mijet kepalanya.
    " Ini pasti mimpi. Gak mungkin orang udah mati bisa bilang terima kasih sama gue. Enggak mungkin....!!!"
    Gelap. Rupanya Alvin pingsan. Dan Hantu Shilla cekikikan diatas lemari pakaian Alvin.
    " kamu gak mimpi kaleee...."
  •  
    Alvin mengerjapkan matanya beberapa kali. Masih dengan mata yang belum terbuka secara sempurna, Alvin menepikan diri dan duduk di tepi ranjang. Alvin menunduk sambil mencoba mengingat sesuatu. Sesaat Alvin mendongak, namun belum mendongak secara sempurna, dirinya terhenyak beberapa centi dari tepi ranjang.
     
    Alvin membulatkan matanya. Tangannya mengibas beberapa kali. Namun, sebuah tawa renyah malah terdengar disaat Alvin sedang dalam masa kebingungannya.

    " Udah sadar? Hihihi..." Alvin tanpa pikir panjang langsung melarikan diri ke kamar mandi dan menghampiri westafel.

    Percikan-percikan air mendarat dengan sempurna diwajahnya yang putih. Alvin memegang pinggir westafel dan mulai memperhatikan wajahnya didepan cermin.
    " Gak ada yang aneh? Tapi kok???"

    Belum sempat Alvin memikirkan jawaban atas pertanyaannya itu, lagi-lagi ia dikagetkan dan langsung lompat. Tapi sialnya, Alvin malah lompat kesudut kamar mandi. Dan jadilah ia meringkuk disana tanpa bisa kemana-mana.

    Shilla, hantu yang membuat Alvin shock itu malah cekikan sendiri. Ia geli melihat Alvin yang ketakutan seperti itu. Entah kenapa, Shilla jadi gemes ngeliatnya.

    Alih-alih begitu, Shilla terbang mendekat kearah Alvin. Alvin pun hanya bisa pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa. Mau kemana lagi dia. Sudah tersudut di sudut kamar mandi, ditambah hantu Shilla sekarang berada tepat dihadapannya.

    Kasihan melihat Alvin yang seperti itu, Shilla pun terbang keluar kamar mandi meninggalkan Alvin. Sebelum pergi Shilla mengatakan sesuatu pada Alvin.
    " Penakut. Aku kan cuma mau bilang makasih. Dasar!"

    Alvin jelo. Hantu bilang makasih? Alvin cuma geleng-geleng gak jelas sambil menatap punggung transparan Shilla yang semakin jauh.

    " lo gak mau balas dendam kan sama gue?" Alvin akhirnya memberanikan diri keluar kamar mandi dan melangkah ke kursi disebelah ranjang yang lbersebelahan dengan lemari 3 pintu miliknya. Lemari yang diatasnya duduk hantu Shilla.

    " hihi.... Ya nggak lah. Aku mau bilang makasih karena kamu mau nepatin janji kamu. Kamu udah nampung Chelsea disini." Shilla tersenyum diakhir kalimatnya.
    Alvin gak bereaksi apapun. Dia cuma diam tanpa ngeluarin kata-kata apapun.
    " Mulai sekarang aku akan..."

    Tiba-tiba Alvin langsung terhenyak turun kursi dan langsung menyambar jacketnya yang nyantol dibelakang pintu kamar. Shilla manyun karena tingkah Alvin barusan memotong kalimatnya yang belum terselesaikan.
    Shilla terbang lagi dan ngikutin Alvin dari belakang. Shilla melayang-layang muterin kepalanya Alvin. Shilla terus melakukan itu sampai akhirnya ia berhenti didepan sebuah kamar.

    Tok..tok...tok... Alvin langsung mengetuk pintu kamar itu. Beberapa saat setelahnya, muncul seorang gadis dari dalam.

    " iya kak? Ada apa?" Chelsea gadis itu senyum kearah Alvin.
    Shilla pengen banget meluk adiknya itu. Tapi, ia gak bisa. Ada sekat yang menghalanginya untuk memeluk Chelsea. Sekat yang sampai kapanpun itu gak bakal bisa ditembus.
    " Sekarang lo mandi terus ganti baju. Gue mau nunjukin sesuatu. Gue tunggu 15 menit. Ok. Kalau udah selesai langsung aja kebawah. Gue nunggu diruang tamu."
    Chelsea menganggukkan kepalanya. Lalu, segera ia masuk kamar dan menuruti perintah Alvin. Shilla rupanya nangis saat melihat adiknya itu. Tangannya terulur pengen meluk Chelsea, tapi sekali lagi itu semua gak bisa ia lakukan.
    " Hantu bisa nangis juga ya?" tanya Alvin tiba-tiba.
    Pertanyaan itu sontak saja membuat Shilla melototkan matanya.
    " Hantu juga punya hati kali, Vin."
    Alvin sok manggut-manggut. Padahal rasanya gak masuk akal buat dia.
    " Nah, lo kan udah ngucapin terima kasih ke gue. Sekarang lo bisa pergi kan?"
    Shilla melipatkan tangannya didepan dada. Dasar Alvin! Maksudnya ngusir gitu?
    " enggak. Itu cuma satu dari banyak hal yang membuat aku gak bisa ninggalin alam ini." " Banyak hal? Misalnya?" Alvin kepo.
    Shilla memberikan telunjuknya diudara lalu digoyangkan ke kanan dan kekiri.
    " rahasia Alvin. Eh, kita belum kenalan secera resmi kan? Kenalin aku Shilla." Shilla langsung mengulurkan tangannya.
    Alvin ragu-ragu nyambut uluran tangan itu. Dan setelah tangan mereka bersentuhan, Alvin seperti disengat listrik.
    " Sakit gila salaman sama hantu kayak lo."
    Shilla cuma cekikikan gak jelas. Sementara Alvin masih ngibasin tangannya yang terasa pegal sehabis salaman sama Shilla.

Jumat, 16 Agustus 2013

LOVE gila!!!!


Sial...Alvin memukuli kendali stirnya. Wajah tampannya berubah merah padam. Tinjuan yang terus mendarat di stir mobilnya tak membuat sesak dan kekesalan dihatinya untuk hilang. Alvin menatap dashboard mobilnya, dan menatap lekat kado istimewa yang sudah ia siapkan untuk orang yang ia sayang. Namun, Alvin jadi benci kado dan hari ini. Alvin mengulang saat dimana tinju kerasnya melayang kearah wajah seorang laki-laki yang begitu ia kenal.
" sorry bro. Cewek lo lebih milih gue. So...jangan salahin gue sama cewek lo." suara cowok itu masih terngiang jelas ditelinga Alvin. Juga tangan kokohnya yang melingkari leher perempuan yang begitu ia sayang.
Alvin sesak mengingat perubahan wajah itu. Wajah perempuan yang hanya menunduk tanpa mau memandang ke arahnya.
" maaf Alvin." cukup suara itu yang terlontar dari bibir meronanya.

Alvin begitu kalut, sampai ia tak terkendali dibelakang stir mobilnya. Kecepatan lari mobilnya diatas rata-rata. Begitu membahayakn untuk dirinya yang sedang dalam keadaan broken seperti ini.
" hate you, shiit..."
Alvin meraih kado diatas dashboard mobilnya, lalu membuangnya secara asal keluar mobil lewat kaca mobil sebelah kiri. Alvin tak memperhatikan jalanan depan yang ia lalui. Sampai akhirnya, bruukkkk....
" No...kakak...!!!"
Suara itu meringkik histeris. Ia mengaduh-aduh dengan penuh kesedihan yang mendalam. Alvin menghentikan mobilnya spontan. Jantungnya mencelos. Ia menabrak seorang gadis. Cepat, Alvin keluar dari mobilnya.
" Enggak. Jangan tinggalin Chelsea kak." Chelsea, gadis itu masih meraung sambil memeluk tubuh kakak perempuannya yang bersimbuh darah segar yang masih mengeluarkan bau anyir.
" Masuk ke mobil." perintah Alvin kepada gadis itu. Ia melirik kekanan dan kekiri. Kemudian, tangan kekarnya membopong tubuh gadis yang ia tabrak.
Alvin meletakkan tubuh gadis itu diatas pangkuan adiknya. Lalu, dengan cepat ia langsung tancap gas menuju rumah sakit. Alvin pucat dan keringat dingin. Jangan sampai ia menghilangkan nyawa orang lain. No..!!! Alvin bukan pembunuh.
" bertahan ya kak. Kakak gak boleh tinggalin Chelsea. Kakak gak boleh." gadis remaja itu terus mengurai air matanya tanpa henti. Dikecupnya tanpa henti punggung tangan kakakknya itu.
" Kak...tolong. Selametin kakak saya." Chelsea memohon sambil terisak pada Alvin.
Alvin semakin mempercepat laju mobilnya setelah mendengar penuturan gadis kecil itu.
Ciitt...Alvin menepikan mobilnya. Buru-buru ia membuka pintu mobil dan membopong tubuh gadis yang sudah satu dua napasnya itu. Alvin teriak-teriak manggil suster. Dibelakanganya, gadis remaja adik gadis itu menutup mulutnya sambil mengikuti Alvin.
Suster datang sambil membawa tempat tidur dorong. Alvin langsung meletakkan gadis itu kesana. Suster berbelok dikoridor rumah sakit. UGD. Ruang itu terlihat didepan mata Alvin.
" mas tunggu disini aja." perintah suster.
Alvin mengangguk samar. Alvin mendongakkan kepalanya, berdoa supaya gadis itu tidak kenapa-napa.
" maafin gue." pekik Alvin.
Gadis remaja -adik gadis yang ditabrak Alvin- mengikuti Alvin duduk diruang tunggu. Gadis itu menyentuh bahu Alvin. Air matanya masih terus menetes.
" Kakak...aku makasih karena kakak mau tanggung jawab."
" kamu..." tanya Alvin.
"Aku chelsea. adik shilla. Orang yang kakak tabrak itu."

Alvin menatap gadis itu. Didepaknya gadis 12 tahun itu. Chelsea kembali terisak dalam pelukan Alvin.
Pintu UGD terbuka. Seorang suster dateng dan memanggil Alvin. " mas..."
" iya sus. Gimana keadaannya? Dia baik-baik aja kan?"

Suster terdiam sebentar. Sementara chelsea sudah harap-harap cemas menunggu kabar dari sang suster tentang kakaknya itu.
Alvin membulatkan matanya.
" sus..."
. Mbak itu...tidak bisa kami selamatkan."
" maaf Ma
s

Chelsea shock. Ia gemetar. Air mata mengalir deras diwajahnya. Lututnya lemas, bahkan sampai tak bisa merasakan apapun lagi. Chelsea merosot ke lantai. Bahunya naik turun disertai isakannya yang semakin kencang. Chelsea menempelkan kepalanya kedinding. Lantai rumah sakit mulai basah karena air matanya.
Suster pergi. Untuk memindahkan Shilla keruang mayat. Alvin mendekat kearah chelsea. Didekapnya lagi tubuh gadis remaja itu. Alvin juga menitikkan air matanya. Ia, telah membuat air mata yang begitu deras dimata gadis remaja itu.
Alvin memapah tubuh chelsea memasuki ruang UGD. Masih sampai dipintu masuk, chelsea langsung berlari mendekat kearah kakaknya. Lantas memeluk tubuh yang sudah kaku itu.
" Kak...bangun. Chelsea sama siapa nanti kak? Kak...chelsea sayang kakak. Kakak bangun. Please." Chelsea masih memeluk kakaknya. Lalu, diciuminya pipi kakaknya itu bergantian.
Alvin meraih bahu chelsea. Diusapnya lembut bahu itu. Alvin menarik kursi dan duduk di samping mayat Shilla.
" maafin gue udah ngilangin nyawa lo. Maafin gue yang udah misahin lo sama adik lo. Maafin gue. Gue bakal tanggung jawab. Walau kita gak pernah kenal, gue bakal jagain adek lo. Gue janji. This my promise." ucap Alvin pasti.
Suster datang dan langsung mendorong kasur shilla untuk dipindah ke kamar mayat.
Chelsea menatap nanar kakaknya itu. Ia benar-benar sendiri. Kakaknya sudah pergi. She is alone.
" Ikut kakak." ajak Alvin pada chelsea.
Chelsea manut. Alvin mengajak anak itu ke kantin rumah sakit.
Alvin memesankan makanan untuk Alvin. Chelsea memakannya dengan ragu. Tapi, setelah melihat senyum Alvin yang tulus, ia pun memakan makanan dari Alvin.
" makasih kak."
Alvin mengangguk. Ia menatap iba kearah chelsea.
" shilla... Jadi, apa lo masih punya keluarga selain dia?" tanya Alvin kepada chelsea.
Chelsea menghentikan makannya. Ia menghela napas sebentar. Sebelum akhirnya menceritakan apa yang harus ia ceritakan. Namun, chelsea ragu untuk menceritakan kisahnya juga shilla kepada Alvin yang sebenarnya baru ia kenal.
" maaf kak..."
" ahh...gue Alvin."

Chelsea senyum kecil. Setelah berpikir panjang, ia pun bulat untuk menceritakan itu pada Alvin.
" aku cuma tinggal bareng Shilla. Ibu sama ayah udah pergi sewaktu aku umur 9 tahun kak. Kecelakaan bus waktu pulang jualan. Jadi, kak Shilla yang jadi tulang punggung buat ngasih makan aku. Dia itu baik banget. Dia selalu rela ngasih apa yang aku butuhin, walaupun dia sendiri butuh. Dia sampai relain putus sekolah demi nyekolahin aku. Dia...kakak terbaik." Chelsea nangis. Ia begitu ingat dengan apa yang dilakuin shilla untuknya.
Alvin miris dengar cerita chelsea. Ia menerawang kedalam dirinya sendiri. " Gue jauh lebih buruk." pekik Alvin dalam hati.
*****
Alvin menyuruh chelsea untuk menunggunya didepan rumah sakit. Sementara ia membayar semua biaya Shilla.
" Pemakaman kakak lo bakal diadain besok. Jadi kita bakal balik lagi kesini. Dan lo, ikut kakak ke rumah. Lo tinggal disana sekarang."
chelsea meluk Alvin. Ia menangis lagi disana.
" terima kasih kak."
Alvin memanggut. Lalu, masuk mobil dan langsung tancap gas masuk rumah.

Sabtu, 06 Juli 2013

Audisi Cerpen: CINTA MATIKU INDONESIA

Indonesia, sebuah negeri dengan kebudaya an yang indah dan penuh pesona.  Terdiri dari 34 provinsi, begitu banyak aneka ragam kebudayaan daerah yang patut kita banggakan dan jaga kelestariannya. Namun sayangnya, sekarang ini kebanyakan dari generasi muda kita lebih bangga meniru-niru budaya asing yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa kita.
Ironisnya, ketika ada bangsa lain yang mengklaim budaya Indonesia, kita dengan membabi buta menghujatnya habis-habisan. Tanpa sadar bahwa itu semua terjadi karena kita sendiri telah menelantarkan budaya Indonesia.

Berangkat dari fenomena di atas, Mozaik Indie Publisher menantang kalian semua untuk mengikuti audisi menulis cerpen bertema budaya yang kami namakan: CINTA MATIKU INDONESIA.

Adapun ketentuan audisinya sebagai berikut:


SYARAT PENDAFTARAN
•    Peserta terbuka bagi siapa saja yang telah berteman dengan Mozaik Indie Publisher.
•    Like Fanpage Mozaik dan follow twitter Mozaik: @MozaikIndie
•    Setiap peserta hanya berhak mengajukan satu tulisan terbaiknya.
•    Sebarluaskan info event ini melalui dua cara yang bisa kamu pilih:
Jika lewat note FB, maka kamu harus mentag minimal 20 teman dan akun FB Mozaik Indie Publisher.
Jika lewat blog, maka kamu harus publish blogmu di twitter dengan format: Audisi #CintaMatikuIndonesia[link blogmu] mention: @MozaikIndie


SYARAT NASKAH CERPEN
•    Menulis sesuai dengan ketentuan panitia yaitu mengangkat salah satu budaya Indonesia menjadi tema utama ceritamu. Namun kalian tetap dibebaskan untuk menuliskannya menjadi berbagai macam genre mulai dari romance, komedi, thriller hingga misteri.
Sebagai referensi kalian bisa membaca karya fiksi yang bertema budaya di bawah ini:
  • Sitti Nurbaya karya Marah Rusli
  • Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari
  • Para Priyayi oleh Umar Kayam
  • Dwilogi Padang Bulan karya Andrea Hirata
  • Kronik Betawi karya Ratih Kumala
•    Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang literer (indah, menarik, mengalir) serta komunikatif. Diperbolehkan menggunakan bahasa daerah asalkan diberi keterangan arti katanya dalam Bahasa Indonesia.
•     Naskah yang dilombakan harus asli (bukan saduran atau plagiat) dan belum pernah dipublikasikan serta tidak sedang dikirimkan ke media manapun.
•    Naskah ditulis di kertas A4, diketik dengan spasi 1,5, font TNR 11, margin standart, panjang naskah antara 4 – 8 halaman.
•    Tulisan tidak mendiskreditkan kelompok tertentu terkait isu SARA, melanggar kesusilaan dan pornografi.
•    Kirim naskahmu ke email: audisicmi@gmail.com dengan subject: Judul Cerpen_Nama Pengarang. Jangan lupa sertakan biodata narasi maksimal 1 paragraf di akhir naskah. DEADLINE : 30 JULI 2013. (Diperpanjang jika naskah belum memenuhi kuota)
•    Penilaian penulisan sesuai dengan kriteria yang ditentukan panitia. Kriteria penilaian akan melihat beberapa indikator, diantaranya:

No.KOMPONEN PENILAI INDIKATOR PENILAIAN JURI
1.Judul Cerpen: Relevansi Dengan Tema
2.Perwatakan: Kekuatan Karakter Dengan Penokohan Cerita3.Penyajian Alur Cerita: Konflik Yang mengejutkan dan Alur yang Susah Ditebak, Ending Cerita4.Diksi Dan pilihan Kata:Pemilihan Dan Penggunaan Kosakata Dalam Menyajikan Alur Cerita Dan Dialog
5.Pesan dan isi Cerita: Tema Budaya harus menjadi ide utama bukan sekedar tempelan. Pesan Moral dan Sosial yang tersirat dari cerita
6.Ketentuan Penulisan:Kesesuaian terhadap aturan penulisan yang ditetapkan panitia.
Akan kami pilih 25 naskah terbaik akan dibukukan dengan naskah Mr.Moz.  Karena ini diterbitkan secara indie, maka kontributor tidak akan diberikan royalti namun akan mendapatkan diskon 20 persen jika membeli bukunya sendiri.

Jika naskah-naskah yang terpilih mempunyai nilai jual yang tinggi maka akan kami coba ajukan ke investor untuk diterbitkan secara major dan tentunya semua kontributor akan mendapatkan royalti. Oleh karena itu keluarkan kemampuan terbaikmu yaa!!

Ayo ekspresikan rasa cintamu pada tanah air dan budaya Indonesia melalui Audisi CINTA MATIKU INDONESIA..!!

Please, feel free to copy paste and share to everyone :-)

Salam



Mozaik Team

Senin, 10 Juni 2013

bukan "Memeluk Bulan"

Aku menatap mata itu lagi. Mata yang selalu membuatku tak bisa berkutik. Mata yang selalu membuatku membeku setiap kali melihatnya. Mata yang selalu menatap tajam apa yang dilihatnya.
Dari sini, aku hanya bisa melihatnya dalam kebisuan. Dengan masih mengaduk-aduk es teh manis yang tadi ku pesan dari ibu kantin, aku masih terus memandanginya. Tepatnya, mencuri pandang darinya.
Ting,,, ting,,, ting,,,,. Bunyi itu tercipta dari benda didepanku. Benda yang sedari tadi hanya ku aduk-aduk saja isinya.
" Shill,,, kok gak dimakan sih?" tanya Angel, sahabatku.
Aku tersenyum hambar kepadanya. Lalu, aku memulai lagi apa yang menjadi rutinitasku setiap kali aku berada disini. Menatapnya dari ekor mataku.
" Shill,,,," Angel menyerukan namaku. Namun aku tak merespon seruannya itu.
" Shill,,,," ulangnya lagi.
Aku langsung menghadapkan wajahku menatapnya. Dan saat aku begitu, mata indah itu tertangkap oleh indra penglihatanku.
Dan deg,,,, rasa itu mengalir dengan hebatnya. Oh tuhan,,,, mata itu, keluhku. Ia menatapku juga. Tapi, tak ada senyum yang ia ciptakan untukku. Ia hanya memandangku dengan sikap dinginnya. Seperti orang yang tak saling mengenal. Dan mungkin dia memang tak mengenalku.
Aku buru-buru menundukkan kepalaku. Rasa gelisah yang menjalar disekujur tubuhku, membuatku salah tingkah. Dan untuk menutupinya, aku pura-pura menarik mangkok bakso yang sedari tadi ku abaikan. Angel memicingkan matanya melihat tingkahku yang mendadak berubah itu.
" hello,,,," Angel mengibaskan tangannya didepan wajahku.
" apaan sih, Ngel??"
Angel masih memicingkan matanya. Sebelah alisnya terangkat. Dan kerutan itu menghias keningnya yang agak lebar.
Dari ekor mataku, aku melihatnya beranjak meninggalkan meja kantin yang tadi ia tempati. Bersama teman-temannya, ia melangkah ke arah lapangan basket. Lapangan favoritnya. Karena yang aku tahu, ia sangat menyukai olahraga itu. Ahh,,, andai saja aku anak basket, mungkin aku akan sering bertemu dengannya.
Dari tempatku, lapangan basket itu terlihat sangat jelas. Bersama teman-temannya, ia mengoper bola dan langsung mensyutnya. Hap,,, bola itu tepat sasaran. Dan aku, entah mengapa menyunggingkan senyumku saat melihatnya berhasil memasukkan bola didaerah three point.
Ia kebali mendribbel bola itu. Rambutnya yang tipis, lepek karena keringat yang membanjiri tubuhnya. Namun walaupun ia begitu, ia masih terlihat tampan. Rambut depannya, jatuh menutupi dahinya. Ya tuhan,,,, dia begitu tampan saat begitu.
" Rio,,,,,"
Ify, melangkah mendekatinya. Gadis yang ku tahu sangat dekat dengan orang yang ku kagumi itu mendekati Rio dengan sebuah handuk dan sebotol minuman.
" ini,,,," serunya.
Rio menerimanya dengan senyumnya yang menawan. Aku lantas menundukkan kepalaku. Lalu, bangkit dari dudukku dan melangkah ke arah kelas.
" eeehhh Shill,,,, tunggu."
Ahh aku baru ingat. Angel,,, aku meninggalkannya.
" kok,,,,"
" maaf, Ngel. Mendadak aku ingat kalau aku belum menyelesaikan catatan kimiaku." aku berbohong kepadanya. Dan aku tak tahu seberapa marahnya Angel kalau sampai dia tahu aku membohonginya.
Angel menganggukkan kepalanya samar. Lalu ia mengikutiku tanpa menghentikan kegiatannya mengunyah bubble gum.
************************
Aku membuka tutup botol minuman kaleng yang ku beli dikantin tadi siang. Sambil melangkah menuruni anak tangga, aku menikmati minuman itu. Brusss,,,, ahh. Tiba-tiba saja hujan mengguyur sekolahku yang sudah sepi. Aku memasang tampang lesuku. Selalu saja sial. Mengapa saat giliranku piket selalu turun hujan begini? Aku mengeluh dalam hati.
Aku menatap nanar rintik-rintik air yang turun dari atap bumi. Lalu aku menutupi kepalaku dengan tas ranselku untuk menyebrang ke koridor yang langsung tembus ke depan gerbang sekolah.
Aku melirik sekitarku. Benar-benar sepi. Kalau saja tadi aku menerima tawaran Angel untuk menemaniku, pastilah aku tak sendirian begini.
Langit diatas sana tak menunjukkan tanda-tanda untuk menghentikan hujan yang ia turunkan. Malah, hujan itu semakin deras aja. Aku mendengus beberapa kali. Bunyi dari handphoneku lantas mengalihkan perhatianku. Kak Alvin, kakak laki-lakiku baru saja mengirimiku pesan. Dia terjebak macet. Dan sialnya lagi, aku harus lebih lama disekolah untuk menunggunya menjemputku.
" belum pulang?"
Suara itu membuatku menoleh. Hitungan detik setelahnya, tubuhku mematung. Aku melihat mata indah itu. Aku melihat wajah hitam manisnya yang basah karena air hujan. Sesekali ia mengibaskan kepalanya untuk mengurangi kadar air yang membasahi kepalanya. Pantulan bola yang ia bawa menjadi sebuah suara yang menyertai kebisuanku.
Ahh,,,. Aku segera menggeleng. Aku baru tersadar, kalau aku belum menjawab pertanyaannya. Aku benar-benar kelu. Aku tak bisa bersuara dihadapannya.
" kenapa?"
Aku menatap hujan. Dan ia juga melakukan hal yang sama.
" apa hanya karena hujan?" tanyanya lagi.
Aku menggeleng. Angin yang menyertai hujan itu berhembus mengenai tubuhku. Membuat rasa dingin yang hebat dikulit-kulitku.
" aku menunggu kakakku." jawabku setelahnya.
Entah apa yang sebenarnya sedang ia lakukan. Ia memasukkan tangannya kedalam ranselnya. Dan mengeluarka sebuah jacket kulit dan menyerahkannya padaku.
" pakailah." ucapnya.
Aku dengan ragu dan malu-malu mengambil jacketnya juga.
" kamu?"
" tenang saja. Tubuhku sudah terlanjur basah. So,,, lebih baik kamu yang menggunakannya." ucapnya lagi.
Aku menatap jacketnya. Lalu, mengalihkan pandanganku ke belakang tubuhnya.
" kau mencari siapa?"
Aku diam. Dan lagi-lagi aku hanya bisa memberi gelengan untuknya.
" kau sedang menunggu pacarmu ya? Makanya pulangnya lama?" ucapku asal. Dan aku tentunya sudah siap jikalau ia menjawab pertanyaanku itu dengan jawaban yang sebenarnya tidak aku harapkan.
" pacar?"
Aku menganggukkan kepalaku. Iya, pacarmu rio. Siapa lagi? Ucapku dalam hati.
" aku tidak punya pacar."
Jawaban itu melegakan hatiku. Dan saat mendengarnya aku tersenyum.
" kalau begitu mengapa kau belum pulang?" tanyaku padanya.
" entahlah. Aku memang sering pulang lebih lama. Menurutku, aku lebih suka menghabiskan waktuku untuk bermain dengan benda ini." ia menunjuk bola yang masih saja dipantulkannya.
" kakakmu masih lama?"
Aku mengangkat bahuku.
" dia bilang, terjebak macet."
" lebih baik kau beritahu kakakmu. Supaya tidak usah menjemputmu. Biar kamu pulang bersamaku saja."
Aku membulatkan mataku. Apa aku tidak salah dengar? Rio mengajakku pulang bersamanya?
Rio langsung menarik tanganku. Aku hanya bisa mengikutinya saja. Ia lantas membuka pintu mobilnya dan mempersilahkan aku masuk.
" kau benar-benar tidak punya pacar rio?"
" kau tahu namaku?"
Aku menganggukkan kepalaku. Jelas saja aku tahu tentangmu Rio. Bahkan kapan kamu ulang tahun juga aku tahu. Semua tentangmu aku tahu. Selain isi hatimu.
" memangnya kenapa? Dari tadi kamu menanyakan itu."
" aku hanya takut kalau ada yang marah melihatmu mengantarku pulang."
Rio tak menjawab ucapanku. Suasana hening pun menyeruak. Rio tak lagi mengeluarkan suaranya. Dan aku, aku jadinya hanya menatap dashboard mobilnya saja.
" Kamu selalu memperhatikanku ya?" pertanyaan Rio spontan membuatku tercekat. Membuatku seperti kehilangan oksigen untuk aku bernapas.
Dari mana dia tahu? Atau jangan-jangan,,,, ahhh bodohnya aku.
" hhh,,,, aku tahu tentang apa yang kau lakukan, Shilla."
" kau tahu namaku?"
Rio menganggukkan kepalanya. Ia lalu menghentikan mobilnya dipinggir jalan raya.
" Tentu. Aku tahu. Aku tahu apa yang sering kamu lakukan dikantin. Dan kenapa aku tahu? Karena aku juga memperhatikanmu."
Rio. Ahhh,,,, ia berbohong? Atau ia sedang bercanda. Rio,,, jangan membuatku menangisi kebodohanku karena memperhatikanmu dalam diamku. Jangan kau sindir perbuatan bodohku itu dengan kata-kata mu yang kamu bilang kalau kamu juga memperhatikanku.
" Kau jangan meledekku, Rio."
Rio menaikkan daguku. Dan lagi, rasa gelisah itu mengalir diseluruh tubuhku.
" Aku mencintaimu. Asal kau tahu, aku bahkan pulang lebih lama tadi karena aku menunggumu."
Aku membulatkan mataku. Kata-kata itu?? Heii,,,, sejak kapan Rio memperhatikanku?
Aku menepis tangannya. Lalu mengalihkan pandanganku menatap jalanan yang masih diguyur hujan.
" aku memang mempunya rasa khusus ini untukmu. Tapi,,,, jangan membuatku membutakan mataku. Aku tahu, kau sudah punya gadis pilihanmu kan?"
Aku mendakwa Rio. Tapi aku bukan mendakwanya tanpa alasan. Cukup banyak alasan untuk ku ungkapkan mengenai penuturanku tadi.
" Maksudmu?"
" aku tahu, kau menyukai ify kan? Jadi jangan pernah mengatakan kalau kamu mencintaiku." Aku menangis. Cinta ini membuatku bodoh. Membuatku bodoh karena begitu cengengnya menangisi kebodohanku itu.
Rio tertawa. Iya,,, dia tertawa. Dia pastilah menertawakanku. Menertawakan kebodohanku.
" hentikan tawamu. Aku tahu aku bodoh."
" hei,,,,. Kenapa dengamu? Aku tahu kau mempunyai rasa yang sama denganku. Masalah ify? Dia itu adik sepupuku, Shilla. Jangan cemburu dengannya."
Rio menggenggam tanganku. Lalu menciumnya mesra.
" Sikap dinginku itu kutunjukka karena aku ingin melihat seberapa bisa kamu tahan dengan sikapku itu."
Aku meninju lengan Rio pelan. Dan Rio, mengambil tanganku itu. Dunia bagaikan menghentikan putaran waktunya. Pandangan mata indah itu membuatku terbuai lagi.
" jadilah pacar ku, Shilla. Untukku."
Aku mengangguk. Tuhan,,, inikah cerita indah dibalik penantianku? Inikah cerita indah dibalik kekecewaanku selama aku memperhatikan rio?
Aku memeluk Rio. Walau tubuhnya basah, aku tak pernah perduli. Karena saat ini Cinta itu datang untukku. Datang untuk menyambut penantianku. Membuatnya menjadi sesuatu yang berharga.

always love

semua reash hati manusiamu
untuk membagi kisah atas nama cinta,,,,,

Aku kembali mendatangi makam orang yang paling aku sayangi. sepanjang hidupku. iya,,,, sepanjang hidupku. orang yang selalu akan hidup didalam hatiku, walaupun ia telah lebih dulu melangkahkan kakinya jauh dariku. jauh dan tak pernah bisa terkejar oleh ku.

aku menciumi nisannya. tanah yang sudah hampir rata ini, tak pernah sekalipun luput dari pandanganku. air mata ku selalu tertupah disini. dimakan orang terkasihku. ashilla.

" Sayang,,, kau pasti melihat aku disini kan? dan aku juga yakin kalau kamu sedang ada disampingku." seruku.

disetiap kesempatan aku datang ke tempat ini, aku tak pernah lupa untuk membawa bunga kesukaannya. bunga nawar merah. dan sekarang, aku sedang meletakkan bunga kesukaannya. dan tanpa kurang apapun, aku memilihkan bunga yang paling indah untuknya. karena dia juga sangat indah. so,,, tak pantas kalau aku memberikannya bunga yang layu.

" Shill,,, ahh rasanya aku tak ingin pergi dari sini. aku ingin selalu bersamamu. menemanimu," seruku lagi.

aku tak perduli, meski ucapanku tak akan pernah terjawab sampai mengga berbuah jeruk. yang artinya itu sangat mustahil buka? ya,,, memang benar.

aku lantas menelengkan kepalaku. jam ditangan kiriku sudah menunjukkan detik-detik matahari akan terbenam. dan berarti, hari sudah aka menjelang malamn. tapi,,, aku benar-benar tak ingin meninggalkan istriku sendirian disini.

" Rio,, sudahlah. besok kembali lagi kesini. kasian anak kamu."

Sahabatku alvin, menasehatiku. iya,,, benar katanya. kasian anakku. kasian buah cintaku dan shilla. dia juga pasti akan sedih jika berlama-lama melihatku selalau meratap begini.

" papa,,, hari sudah menjelang magrib. lebih baik kita pulang dan mendoakan mama dalam sujud kita." seru putri kecilku, Cindai.

Aku tersenyum menatap satu-satunya orang, yang menurutku renkarnasi dari dir istriku. sebelum benar-benar meninggalkan tempat istriku ini, aku mncium mesra nisannya.

" sayang,,, aku pulang dulu."

Anakku Cindai, juga mengikutiku. ia mendekat ke arah nisan dan menciumnya, " Mama,,, aku sama papa pulang dulu ya. tapi mama jangan khawatir, Cinda janji bakal balik lagi kesini kok. dan bawain bunga buat mama."

Ahh,,, anakku begitu bijaknya. walau terlahir sebagi yatim ia tak pernah sedikitpun memperlihatkan kekuarngannya. kekurangannya akan kasih sayang seorang ibu.

kami lantas pergi dari tempat istriku beristirahat dengan tenang itu. lalu, kami bersama-sama melnagkah menuju mobil. Aku duduk di kursi penumpang. sedang anakku duduk disebelah Gabiel - sang pengemudi- yang juga sahabat dekatku.

aku membuang pandanganku ke arah langit. menatap burung-burung yang berterbangan untuk kembali ke sangkar mereka. ahh,,, aku ingin sekali bisa seperti itu bersama anak juga istriku.


***************************************************
derai air mata disetiap sujudmu 
seperti tak pernah cukup untuk menjagaku

Aku menatap punggung orang-orang yang sangat kusayangi itu. mereka tak pernah sekalipun meluangkan waktunya tanpa mengunjungi tempatku. temap yang menjadi benteng pemisah antara aku dengan mereka. aku tak pernah menyalahkan Tuhan atas apa yang menimpaku. walau Tuhan telah memisahkan aku dengan suami dan anakku, tapi aku begitu bersyukur kepadanya karena-Nya orang-orang yang aku sayangi tak pernah melupakanku.

Aku mengelus bunga pemberian suamiku itu. ia tak pernah lupa untuk meninggalkan bunga favoritku ini diatas makamku.
" hati-hati sayang. " seruku menjawab perkataan anakku saat ia berpamitan denganku. untuk pulang dan meninggalkan tempatku ini.

Anak yang tak pernah ku beri air susuku itu begitu sangat cantik. walau ia tak pernah melihatku, tapi ia begitu menyayangiku. ia selalu ikut bersama Rio - suamiku- setiap kali ia datang ketempatku ini.

aku memang telah lama pergi meninggalkan mereka. terhitung sudah 10 tahun yang lalu bahkan. tapi lihat?? mereka masih merasakan kehilanganku. dan aku, juga begitu.

disetiap malam, aku juga tahu. suami dan ankku selalu mendoakan aku. mendoakan aku dalam setiap sujud mereka. suamiku, selalu rutin melantunkan ayat-ayat cinta untukku. disela doa dalam malam-malamnya yang sunyi.

Ampun yang selalu dipinta olehnya untukku kepada-Nya, mungkin bagaikan candu tersendiri untuk keraguan hatinya kala merindukanku.

" dan ketahuilah suamiku,,, kita akan bertemu jika tuhan mengijinkan."

**********************************
" papa,,, sore nanti kita mengunjungi mama lagi kan?"

Aku menyunggingkan senyum lembut penuh kasih sayang itu kepada ankak semata wayangku.
" Lihatlah, Sayang. dia bahkan semakin mirip denganmu." seruku dalam hati.


 Aku mengecup puncak kepala ankku itu. ahh,, ternyata anakku sudah tumbuh menjadi gadis yang begitu cantik. andai saja Shilla ada disini dan ikut merawatnya, pasti ia akan bangga melihat ini semua.

" halo,,,," suara itu menyeru dari pintu utama rumahku.

Tak perlu menunggu lama untuk memastikan siapa orang itu, ankku langsung berlari dan menghampiiri wanita yang selama ini telah menjaganya dari kecil. dan sungguh beruntungnya kami - aku dan shila- memiliki dua sahabat yang begitu setia.

" tante via,,," anakku begitu girangnya saat melihat sahabat dekat istriku itu.

Sivia pun dengan lepasnya memeluk anakku yang juga telah di anggapnya sebagai anak sendiri. gabriel dengan senyum mengembang diwajahnya juga ikut-ikutan mengacak kepala ankku.

" heii,,, kamu dicariin tuh" seru gabriel kepada anakku.
" siapa om?" cindai begitu antusiasnya menanggapi perakataan gabriel.
" tuh,,,,"

Gabrile menunjuk orang yang dimaksudnya dengan dagu. dan reaksi yang diberikan anakku, ia langsung berlari menghampiri orang itu.

" bagas? kapan kamu dateng?"

YA,,, anak itu bagas. adik bungsu Gabriel yang juga berusia sama dengan anakku. aku pun melangkahkan kakiku untuk mendekati mereka semua.

" halo Om" ucap bagas kepadaku. sungguh sangat sopan.

aku tersenyum kepadanya. lalu, memepersilahkan Gabriel dan sivia untuk duduk. mereka semua berkumpul di rumahku bukan karena tidak ada apa-apa. kami semua berkumpul disini untuk merayakan hari ulang tahun istriku yang ke 35.

" papa,,, bagas juga ikut?" tanya anakku.

aku menganggukan kepalaku sebagai tanda mengiyakan perkataannya. dan saat mendengar jawabanku itu, wajahnya mengembangkan senyum penuh rona berseri.

tepat pukul 16.00 kami semua berangkat ke makam Shila. dan tak lupa, aku sudah menyiapkan gaun untuk cindai. gaun yang dulu pernah dikenakan Shilla pada  hari pertunangan kami.

aku lantas tak mengedipkan mataku. mungkin gabriel dan sivia juga melakukan hal yang sama. cindai, begitu mirip dengan istriku. dan tanpa sadar, air mataku menitik melihatnya. ohh Shilla, aku begitu merindukanmu. seruku dalam hati.

aku melihat sivia meletakkan kepalanya dibahu gabriel dan dia juga menangis melihat Cindai. " dia begitu mirip dengan shilla." serunya.

gabriel mengelus punggung istrinya itu untuk menenangkan. tapi, memang gabriel juga harus merngakui itu. ia melihat Shilla pada diri cindai dan ia juga menangis setelahnya.

" shilla,,,,"

Cindai langsung menghamburkan dirinya memelukku. dan aku memeluknya dengan sangat erat.

" mama,,,,, Cindai, papa, bagas sama tente dan om gabriel datang."

********************************

Aku melihat mereka. oh anakku. ia sangat canti sekali menggunakan gaun itu. gaun pertunanganku dengan Rio.
" selamat ulang tahun mama." seru anakku. yang setelahnya juga disusul oleh suamiku.

ia lagi mneletakkan mawar kesukaanku. dan setalhnya iamengecup nisanku.
" selamat ulang tahun istriku. ini sesuai permintaanmu. gaun ini digunakan cinda saat ia genap berumur 10 tahun."

Aku menitikkan air mataku. suamiku,,, ia masih mengingat pesanku itu.

" shilla,,, temuilah mereka dengan wujudmu." 
 suara itu, menggema. dan setelhnya cahaya putih menyelimuti diriku.

" mama,,,"
" Shilla,,,"

Mereka bisa melihatku. ohh tuhan, terima kasih untuk kesempatan ini.

aku langsung memeluk mereka dan mengucapkan terima kasih.

" jagalah anak kita baik-baik rio. dan kalian sivia-gabriel,, terima kasih sudah menjaga anakku."

Waktuku habis. dan aku hilang dari pandangan mereka. aku tertarik kedalam dunia yang benar-bnar jauh dari mereka. aku melihat mereka memasang wajah kesedihan.

"selamat jalan sayang. suatu saat, kita akan bertemu lagi....."

*end

Second Love - part 10

" Sivia,,,,, tunggu."

Sivia bukannya menghentikan langkahnya, ia malah semakin melangkah dengan cepat. Sesekali ia menabrak orang-orang yang berjalan berlainan arah dengannya dikoridor sekolah.

Sivia masih terus mempercepat langkahnya. Dibelakangnya, Gabriel masih terus memanggilnya dan mengejarnya tanpa perduli kalau banyak yang mencibirnya gara-gara ia terus-terusan menabrak teman-temannya yang ada dikoridor.

" Sivia,,, berhenti." Gabriel berteriak. Tapi, tak juga membuat Sivia menghentikan langkahnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk mempercepat larinya. Dan tangannya pun berhasil menggapai tangan Sivia yang sekarang sudah menghentikan langkahnya.

" kenapa sih Vi??? Kok lari???"

Sivia masih membelakangi gabriel. Rasa gelisah itu seketika membekukan dirinya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Rasa hangat yang terkumpul di pergelangan tangannya membuatnya benar-benar kehilangan kesadaran.

" Vi,,,, jawab."

Gabriel melangkah ke depan Sivia. Lalu ia menaikkan dagu gadis itu agar menatapnya balik. Tapi, Sivia tak membiarkan tangan kekar itu menyentuh dagunya terlalu lama. Dan jadilah ia menepis tangan itu.

" Lepas Kak."

Gabriel merasakan perubahan aneh yang sangat pada Sivia. Kenapa dia jadi menghindar seperti ini lagi sih?? Pikir gabriel. Ia tak lekas beranjak dari tempatnya karena tak mendapat perlakuan yang selayaknya dari Via. Melainkan ia masih mengarahkan mata Almondnya menatap mata Sivia yang sayu.

" Vi,,,, kamu kenapa sih?? Kemaren sewaktu kita ketemu dikoridor belakang sekolah kamu gak kayak gini deh."

Sivia masih tetap diam. Bahkan sekarang ia mengalihkan pandangannya ke arah lapangan basket.

" jawab Vi."
" maafkan aku kak."

Gabriel memicing. Maaf??? Tapi untuk apa? Apa Sivia punya kesalahan? Tapi rasanya tidak. Kamu tidak punya kesalahan padaku, Via. Keluh Gabriel dalam hati.

" maaf untuk apa??? Kamu kan gak salah sama aku."

Sivia menggeleng. Sekarang, ia menjadi gadis yang begitu cengeng. Kebawelanya bak di telan dedemit sekolah. Iya, kebawelan yang selalu menyertai dirinya, tak ada saat ini. Yang ada malah air mata dan tangis yang tidak terisak.

" Sivia.... Jawab. Please. Jangan hanya mengurai air mata begini." Gabriel lagi-lagi mengarahkan wajah Sivia agar langsung bertatap dengannya. Agar ia bisa membaca rasa dihati gadis dihadapannya lewat pancaran mata sayu itu.

" Aku gak mau dibilang pengkhianat kak. Jadi, aku gak mau deket-deket kakak." jelas Sivia.
" pengkhianat??? Tapi sivia yang kamu khianati Vi??? Gak ada. Lagian, aku juga masih...." Gabriel menggantungkan kalimatnya. Sembari menggaruk tengkuknya ia tersenyum malu.
" Ify...."

Grompyang...... Glutek,,,,, dumm,,,, duarr.... Mendengar nama itu, seperti sebuah bom yang meletup di dalam dirinya. Mata Almond yang tadinya berkaca malu, berubah menjadi sebuah kekagetan yang sangat berarti.

" tapi Vi...."
" kak,,,, aku gak mau Ify mencap aku sebagai pengkhianat lagi. Cukup kak. Cukup aku yang menjadi penyebab kematian Ify. Cukup aku menderita asal Ify bisa....."
" Sivia stop...."
" Aku rela seperti ini demi sahabatku kak. Jadi please,,, ngertiin aku. Aku mau ify....."
" sivia STOPP!!!" gabriel menaikkan nada bicaranya. Ia terlihat beram sekali mendengar perkataan Sivia. Wajah hitam manisnya sekarang berubah menjadi warna merah padam. Dengan menampakkan guratan urat-urata diwajahnya.

" Itu bukan salah kamu. Itu salah aku Vi."

Sivia yang tadinya hanya menitikkan air matanya, sekarang malah terisak. Air matanya mengalir deras membasahi pipinya yang tembam.

Tanpa meminta persetujuan sebelumnya, Gabriel langsung menyurukkan kepala Via ke dalam pelukannya.

Gabriel bisa merasakan goncangan hebar ditubuh Sivia. Ia memeluk tubuh gadis itu erat. Ia tidak ingin melepaskan pelukannya. Ia tak perduli seberapa usaha sivia untuk lepas dari pelukanya.

" lepas.... " Ucap Sivia parau dibarengi isakannya.
" itu salah ku Via. Kalau aja aku gak memutuskannya dan gak memilih untuk mengejar gadis yang memang aku cintai dari dulu, pasti itu gak akan terjadi via." Seru Gabriel mencoba menenangkan Via.

Sivia memukul dada bilang Iel pelan. Karena tangisnya, seragam sekolah Iel sudah basah dibagian depannya.

" ini semua karena ego ku Vi. Karena egoku untuk mendapatkan orang yang aku mau."

Sivia semakin terisak. Orang yang Gabriel mau??? Dan itu juga pastilah bukan aku. Oh Ify,,,, aku juga dengar kan perkataan gabriel??? Sivia merangkai kalimat itu dalam hatinya.

" dan sekarang, aku gak mau menunggu lama. Aku juga gak mau melihat gadis itu menjadi milik orang lain."

Sivia melepaskan pelukan Gabriel yang mulai renggang.

" pergilah kak. Kejar gadismu itu."
" aku gak akan pergi Via."
" kenapa??? Bukannya kamu gak mau kehilangannya???"
" aku gak akan pergi kemana-mana. Sebab gadis itu ada didepanku. Ada bersamaku."

Sivia tertegun. Gadis itu? Aku?? Sivia menggeleng. Ini bukan lelucon yang lucu.

" jangan bercanda kak."
" aku serius Via. Aku menyukaimu dari dulu. Dari awal kamu masuk SMP. Tapi,,, bodohnya aku yang malah memilih Ify."

Dab tes,,,,, Gabriel yang kuat sekarang juga menitikkan air matanya. Sivia spontan mengarahkan jarinya menghapur air mata itu. Tap,,,, tangan Sivia digenggang Gabriel di depan pipinya.

Hening. Keduanya terdiam, meresapi momen-momen yang sedang terjadi diantara keduanya.

" dan sekarang aku gak mau kehilangan kamu lagi Via."

Gabriel mengulangi menyurukkan sivia kedalam pelukannya. Tapi yang berbeda sekarang adalah Sivia tak bereaksi apa-apa. Ia hanya mematung didalam pelukan orang yang sebenarnya juga ia cintai itu.

" aku gak bisa mengkhianati ify."

Gabriel mendengar ucapan Sivia. Ia tahu betul persahabatan antara dua gadis itu. Ia tak ingin Via merasa mengkhianati Ify, tapi disisi lain ia juga tak ingin kehilangan Sivia.

" mengertilah Vi. Ify pasti mengerti. Dan dia pasti bahagia melihat sahabatnya bahagia."

Cup,,,, Gabriel mengakhiri perkataannya pada sivia dengan sebuah kecupan hangat di pucuk kepala gadis itu.

***********************

Shilla masih sibuk menulisi catatan biologinya yang tertinggal. Dengan pinjaman buku dari Agni, ia sibuk menyelesaikan catatannya. Tanpa tahu kemana sahabatnya - Sivia- pergi.

Dukk,,,, Kursi disebelah Shilla yang tadinya kosong sekarang sudah kembali ditempati oleh sang empunya, Sivia.

" dari mana Vi???" tanya Shilla tanpa mengalihkan pandangannya dari buku catatannya.

Sivia menggeleng. Dan pastilah, Shilla tidak tahu kalau Sivia melakukan itu.

" vi??? Kamu dari ma....."

Shilla menggantungkan kalimatnya. Saat ia menyadari mata Sivia sedikit membengkat. Dan ada bekas air mata disana.

" vi??? Kamu kenapa? Siapa yang buat kamu kayak gini."
" gak apa-apa Shill." jawab Via singkat.

Shilla tahu Via berbohong. Dan dia juga paling benci kalau Sivia tidak jujur padanya. Ia berusaha menanyai Via dan catatan biologinya pun terabaikan.

" vi,,, tell me. Kamu kenapa sih?? Gak mungkin kamu gak kenapa-napa." seru shilla khawatir.

Sivia menarik napas panjang. Lalu ia memeluk Shilla dan kembali menangis.

" shill,,, aku gak mau khianati Ify."
" loh,,, memangnya ada apa sih Vi?? Cerita deh."

Tanpa melepas pelukannya, Sivia pun bercerita kepada Shilla.

" kak Gabriel bilang kalau ternyata dia juga punya rasa yang sama seperti aku. Aku bahagia mendengarnya Shill, tapi di lain sisi aku gak mau bahagia sedangkan Ify malah nantinya membenciku."

Shilla melepaskan pelukannya. Lalu, mata onyxnya menatap tepat dikedua bole mata Via.

" Vi dengar. Ify pasti tahu kalau kalian berdua sama-sama mencintai. Dan dia gak mungkin sejahat itu juga kan membiarkan kamu jauh dari orang yang mencintai kamu. Ify pasti bahagia disana melihat dua orang yang dia sayangi bersatu."

Shilla mengambil jeda sesaat. Lalu kembali melanjutkan kalimatnya. Lebih tepatnya opininya untuk Sivia.

" jangan bohongi perasaan kamu sendiri vi. Kalau kamu gak mau dia pergi lagi."

Keduanya berpelukan lagi. Sivia mencoba membuka pemikirannya. Mungkin benar, Ify tidak akan sejahat itu padanya. Ify akan bahagia kalau orang yang dia sayangi bersatu.

" terima kasih ya Shill".

Shilla tersenyum lebar. Lalu, kembali melanjutkan catatannya.

**************
Siangnya sepulang sekolah, Via menemui gabriel yang telah menunggunya di taman sekolah. Laki-laki itu tersenyum menyambutnya yang masih melangkah mendekatinya.

" kamu dateng juga, Vi???"

Sivia mengangguk. Ia tersenyum simpul ke arah gabriel. Tiba-tiba, Gabriel memberikan Sivia sebuah boneka Winnie the pooh besar kepada Sivia.

" boneka kesukaan kamu."

Sivia menerimanya. Lalu memeluk boneka itu dan kembali menyunggingkan senyum untuk Gabriel.

" Vi.... Aku mau kamu jadi pacarku."

Sivia mengalihkan pandangannya. Gabriel, menembaknya. Ini yang telah lama dinantikannya.

" Kita akan sama-sama nyekar ke makam ify jika kamu menerima ku dan memintanya untuk merestui kita."

Sivia menganggukkan kepalanya. Sekarang, ia berani menatap wajah Gabriel.

" jadi kamu????"
" iya kak. Aku mau."

Gabriel repleks menarik boneka Sivia dan langsung memeluk gadisnya itu. Keduanya sama-sama tersenyum. Dan air mata Sivia terurai lagi, sebagai air mata kebahagiaan.

Cinta benar-benar tak bisa ditebak apa akhirnya. Bisa saja apa yang kita harapkan tak menjadi kenyataan. Tapi justru sebaliknya. Tapi,,,, jika kita tahu cinta itu sendiri kita bisa menjalaninya. Menjadikan halangan sebagai cobaan untuk memperkukuh jalinan itu. Agar tak mudah tumpang jika tertiup angin kecil.

*************
udah panjang belum??? Masih belum ya??? Tinggalkan jejak ;)

@widarihasnita

Template by:

Free Blog Templates