Sabtu, 31 Agustus 2013

LOVE gila!!! part 2

  • Alvin menghentikan laju mobil camri didepan rumahnya. Ia lalu turun dari mobil dan membukakan pintu mobil sebelah kanan.

    " turun!" seru Alvin pada gadis dengan mata sembab yang masih duduk didalamnya.
    Chelsea, gadis itu mengangguk sekilas. Ia menatap Alvin yang berdiri dengan sebelah tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana
    .
    " ikut gue." pekik Alvin lagi.

    Chelsea mengikuti langkah kaki Alvin. Mulai dari menaiki tangga depan pintu utama sampai ke sebuah kamar dengan interior berwarna biru cerah.

    Alvin menaikkan dagunya ke arah kamar itu. Ia menyuruh chelsea untuk masuk kedalam.

    " chel, lo sekarang tinggal disini. Dan ini jadi kamar lo sekarang."

    Alvin masuk kedalam, lalu melangkah mendekati jendela besar yang menghadap ke taman belakang. Alvin membuka gorden putih susu yang menutup jendela. Cahaya langit sore pun terlihat jelas dari sana.

    Alvin meninggalkan kamar Chelsea. Ia menutup pintu kamar itu. Tapi, kepala Alvin nongol lagi sebelum sempat menutup pintu itu dengan sempurna.

    " istirahatlah. Besok, kita harus ke pemakaman."

    Chelsea manggut sekali. Alvin menutup pintu itu dan pergi ke teras belakang rumah yang langsung berakhir dengan kolam renang.
    Alvin membuka kemeja yang ia kenakan tadi. Ia sampirkan kemeja itu ke kursi panjang yang ada diteras belakang. Ia menghela napas berat. Lalu menghempaskan dirinya dipinggiran kolam.

    *******
    Chelsea menatap jam dinding yang ada di sebelah rak buku kamar baru - rumah Alvin pastinya-. Ia menatap sejenak ke arah matahari terbenam.

    " kak Shilla..." pekik Chelsea. Ia buru-buru mendekati jendela besar yang tadi dibuka Alvin.
    Hilang. Chelsea menitikkan air matanya untuk yang kesekian kalinya. Bayangan Shilla lenyap bersama hilangnya cahaya senja yang sekarang sudah berganti dengan langit yang berwarna gelap. Chelsea melihat, kakaknya itu melambai dengan wajah damai kearahnya. Cantik sekali. Dengan rambutnya yang tergerai, serta gaun selutut berwarna putih.

    Shilla tersenyum manis ke arah Chelsea. Chelsea melihat itu. Senyum yang mendadak juga hilang. Chelsea menundukkan kepalanya, ia menatap lantai keramik berwarna cokelat gading lalu menutup gorden jendela.

    Chelsea merebahkan tubuhnya kekasur. Dipeluknya baju terakhir yang dikenakan Shilla. Sebelum akhirnya, ia terlelap dalam mimpi indahnya bersama Shilla.

    *******
    Alvin menceburkan dirinya kedalam kolam renang. Jangan ditanya seberapa dingin air yang sekarang sudah membasahi seluruh tubuhnya. Alvin tak begitu peduli. Ia terus menyelam sampai ke seberang kolam.

    " Aaaaa......" Alvin teriak sekencang mungkin didalam air. Suara kemericik air terdengar samar. Gelembung-gelembung gas bermunculan akibat teriakan Alvin.

    Alvin menaikkan kepalanya. Ia memukul berulang kali air kolam.

    Alvin menangis. Luka dalam hatinya membuatnya rapuh dan akhirnya mengeluarkan air mata. Memang bukan sejatinya kalau laki-laki itu menangis hanya karena penghianatan. Tapi, apakan Alvin salah kalau ia menangis? Apa ia salah kalau ia sedih kehilangan orang yang dicintainya? Mungkin, tak selamanya menangis itu menjadi sebuah kesalahan. Tapi, menangis juga karena kesakitan yang begitu tak terkira rasanya.

    ******
     Alvin mengetuk pintu kamar Chelsea. Alvin menggunakan baju hitam selengan dan celana hitam panjang. Hari ini adalah hari pemakaman Shilla. Ahh... Alvin begitu tersayat. Bagaimana mungkin ia mampu menghilangkan nyawa gadis yang sebelumnya tak pernah ia kenal. Alvin gelisah, rasa bersalah menggelayuti hatinya.

    Chelsea keluar kamar. Ia juga memakai pakaian serba hitam. Tanpa menunggu lama, mereka berdua langsung melangkah kearah mobil dan pergi ke pemakaman Shilla.

    " Apa lo membenci gue?" tanya Alvin pada Chelsea usai pemakaman Shilla. Chelsea mengelus nissan Shilla dan mengecupnya sekali. Kemudian, ia menelengkan kepalanya menatap Alvin.

    " kak Shilla gak pernah ngajarin aku untuk jadi seorang pembenci." seru Chelsea tanpa ragu.

    Alvin menghela napas. Kalau saja Chelsea tidak terima dengan hilangnya nyawa Shilla, mungkin sekarang Alvin sudah memakai pakaian tahanan dan tidur diruang kecil yang hanya beralas tikar.

    " Lihat kak!" seru Chelsea pada Alvin. Alvin mengernyitkan dahinya. Ia menatap ke arah Chelsea yang berbinar menatap langit.
    " apa???" tanya Alvin.

    Chelsea menyuruh Alvin untuk melihat ke arah langit. Memang, saat pemakaman sedang berlangsung bahkan sampai sekarang, gerimis terus mengguyur bumi.
    Alvin mengikuti arah pandang Chelsea. Dilangit, tepat diatas pusaran makam Shilla, pelangi nan indah muncul. Bukan hanya satu, dua bahkan jumlahnya.
    " Indah kan kak?"

    Alvin mengangguk memuji dalam hati. Baru kali ini ia menyaksikan pelangi seindah itu bahkan diatas pusaran makam seorang gadis.
    Mereka meninggalkan makam, setelah sebelumnya menabur bunga terakhir dimakam Shilla.

    ********
     " terima kasih..."

    Alvin terperanjat. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Tak ada siapa-siapa.
    " Aku harap, janjimu akan kamu tepati."

    Alvin mengedarkan pandangan. Ia menurunkan bacaannya dan melatakkan ke meja.
    " Huaahhh...." Alvin repleks melempar majalah yang ada dimeja ke arah pintu kamarnya.
    " hihihi...." suara tawa itu renyah sekali. Membuat Alvin merinding.
    " maaf. Kamu takut ya sama orang mati kayak aku?"
    " lo??? Bukannya.... Enggak mungkin."

    Alvin mengibaskan tangannya. Ia masuk kedalam selimut dan langsung memejamkan matanya. Tubuhnya bergetar.

    Alvin merasa aneh. Seharusnya ada hawa-hawa panas kalau ia berada dibawah selimut. Tapi ini kok...??? Kok dingin???

    " huahh...." Alvin menjerit. Selimutnya sudah ditarik ke bawah kasur.
    " kak Alvin? Kenapa teriak-teriak?" Chelsea langsung berlari ke kamar Alvin setelah mendengar terikan histerisnya Alvin.
    Alvin malu. Enggak mungkin ia terlihat ketakutan didepan anak 12 tahun seperti Chelsea.
    " ahh enggak. Gue cuma lagi baca komik pakek suara double aja." alibi Alvin.
    Chelsea memicing.
    " kakak yakin?"

    Alvin lantas mengangguk. Dan memberi isyarat untuk Chelsea agar istirahat. Ada kejutan yang akan diberi Alvin untuknya.

    Chelsea pun melangkah meninggalkan kamar Alvin. Buru-buru Alvin menutup pintu kamar dan menguncinya.
    " haiii...." suara itu kembali mengagetkan Alvin.
    Masih jam 8 malam. Tapi kenapa suara-suara aneh itu mengusiknya?
    " Lo kenapa gangguin gue? Gue minta maaf kalau gue udah ngilangin nyawa lo. Maafin gue...gue gak sengaja."
    Gadis itu terbang mengitari tubuh Alvin. Sesekali ia cekikikan menatap wajah Alvin yang pucat sambil ditekuk itu.
    " aku cuma mau ngucapin terima kasih. Alvin..."
    Alvin melotot. Hantu Shilla tahu namanya? Ulala... Alvin langsung mijet kepalanya.
    " Ini pasti mimpi. Gak mungkin orang udah mati bisa bilang terima kasih sama gue. Enggak mungkin....!!!"
    Gelap. Rupanya Alvin pingsan. Dan Hantu Shilla cekikikan diatas lemari pakaian Alvin.
    " kamu gak mimpi kaleee...."
  •  
    Alvin mengerjapkan matanya beberapa kali. Masih dengan mata yang belum terbuka secara sempurna, Alvin menepikan diri dan duduk di tepi ranjang. Alvin menunduk sambil mencoba mengingat sesuatu. Sesaat Alvin mendongak, namun belum mendongak secara sempurna, dirinya terhenyak beberapa centi dari tepi ranjang.
     
    Alvin membulatkan matanya. Tangannya mengibas beberapa kali. Namun, sebuah tawa renyah malah terdengar disaat Alvin sedang dalam masa kebingungannya.

    " Udah sadar? Hihihi..." Alvin tanpa pikir panjang langsung melarikan diri ke kamar mandi dan menghampiri westafel.

    Percikan-percikan air mendarat dengan sempurna diwajahnya yang putih. Alvin memegang pinggir westafel dan mulai memperhatikan wajahnya didepan cermin.
    " Gak ada yang aneh? Tapi kok???"

    Belum sempat Alvin memikirkan jawaban atas pertanyaannya itu, lagi-lagi ia dikagetkan dan langsung lompat. Tapi sialnya, Alvin malah lompat kesudut kamar mandi. Dan jadilah ia meringkuk disana tanpa bisa kemana-mana.

    Shilla, hantu yang membuat Alvin shock itu malah cekikan sendiri. Ia geli melihat Alvin yang ketakutan seperti itu. Entah kenapa, Shilla jadi gemes ngeliatnya.

    Alih-alih begitu, Shilla terbang mendekat kearah Alvin. Alvin pun hanya bisa pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa. Mau kemana lagi dia. Sudah tersudut di sudut kamar mandi, ditambah hantu Shilla sekarang berada tepat dihadapannya.

    Kasihan melihat Alvin yang seperti itu, Shilla pun terbang keluar kamar mandi meninggalkan Alvin. Sebelum pergi Shilla mengatakan sesuatu pada Alvin.
    " Penakut. Aku kan cuma mau bilang makasih. Dasar!"

    Alvin jelo. Hantu bilang makasih? Alvin cuma geleng-geleng gak jelas sambil menatap punggung transparan Shilla yang semakin jauh.

    " lo gak mau balas dendam kan sama gue?" Alvin akhirnya memberanikan diri keluar kamar mandi dan melangkah ke kursi disebelah ranjang yang lbersebelahan dengan lemari 3 pintu miliknya. Lemari yang diatasnya duduk hantu Shilla.

    " hihi.... Ya nggak lah. Aku mau bilang makasih karena kamu mau nepatin janji kamu. Kamu udah nampung Chelsea disini." Shilla tersenyum diakhir kalimatnya.
    Alvin gak bereaksi apapun. Dia cuma diam tanpa ngeluarin kata-kata apapun.
    " Mulai sekarang aku akan..."

    Tiba-tiba Alvin langsung terhenyak turun kursi dan langsung menyambar jacketnya yang nyantol dibelakang pintu kamar. Shilla manyun karena tingkah Alvin barusan memotong kalimatnya yang belum terselesaikan.
    Shilla terbang lagi dan ngikutin Alvin dari belakang. Shilla melayang-layang muterin kepalanya Alvin. Shilla terus melakukan itu sampai akhirnya ia berhenti didepan sebuah kamar.

    Tok..tok...tok... Alvin langsung mengetuk pintu kamar itu. Beberapa saat setelahnya, muncul seorang gadis dari dalam.

    " iya kak? Ada apa?" Chelsea gadis itu senyum kearah Alvin.
    Shilla pengen banget meluk adiknya itu. Tapi, ia gak bisa. Ada sekat yang menghalanginya untuk memeluk Chelsea. Sekat yang sampai kapanpun itu gak bakal bisa ditembus.
    " Sekarang lo mandi terus ganti baju. Gue mau nunjukin sesuatu. Gue tunggu 15 menit. Ok. Kalau udah selesai langsung aja kebawah. Gue nunggu diruang tamu."
    Chelsea menganggukkan kepalanya. Lalu, segera ia masuk kamar dan menuruti perintah Alvin. Shilla rupanya nangis saat melihat adiknya itu. Tangannya terulur pengen meluk Chelsea, tapi sekali lagi itu semua gak bisa ia lakukan.
    " Hantu bisa nangis juga ya?" tanya Alvin tiba-tiba.
    Pertanyaan itu sontak saja membuat Shilla melototkan matanya.
    " Hantu juga punya hati kali, Vin."
    Alvin sok manggut-manggut. Padahal rasanya gak masuk akal buat dia.
    " Nah, lo kan udah ngucapin terima kasih ke gue. Sekarang lo bisa pergi kan?"
    Shilla melipatkan tangannya didepan dada. Dasar Alvin! Maksudnya ngusir gitu?
    " enggak. Itu cuma satu dari banyak hal yang membuat aku gak bisa ninggalin alam ini." " Banyak hal? Misalnya?" Alvin kepo.
    Shilla memberikan telunjuknya diudara lalu digoyangkan ke kanan dan kekiri.
    " rahasia Alvin. Eh, kita belum kenalan secera resmi kan? Kenalin aku Shilla." Shilla langsung mengulurkan tangannya.
    Alvin ragu-ragu nyambut uluran tangan itu. Dan setelah tangan mereka bersentuhan, Alvin seperti disengat listrik.
    " Sakit gila salaman sama hantu kayak lo."
    Shilla cuma cekikikan gak jelas. Sementara Alvin masih ngibasin tangannya yang terasa pegal sehabis salaman sama Shilla.

Jumat, 16 Agustus 2013

LOVE gila!!!!


Sial...Alvin memukuli kendali stirnya. Wajah tampannya berubah merah padam. Tinjuan yang terus mendarat di stir mobilnya tak membuat sesak dan kekesalan dihatinya untuk hilang. Alvin menatap dashboard mobilnya, dan menatap lekat kado istimewa yang sudah ia siapkan untuk orang yang ia sayang. Namun, Alvin jadi benci kado dan hari ini. Alvin mengulang saat dimana tinju kerasnya melayang kearah wajah seorang laki-laki yang begitu ia kenal.
" sorry bro. Cewek lo lebih milih gue. So...jangan salahin gue sama cewek lo." suara cowok itu masih terngiang jelas ditelinga Alvin. Juga tangan kokohnya yang melingkari leher perempuan yang begitu ia sayang.
Alvin sesak mengingat perubahan wajah itu. Wajah perempuan yang hanya menunduk tanpa mau memandang ke arahnya.
" maaf Alvin." cukup suara itu yang terlontar dari bibir meronanya.

Alvin begitu kalut, sampai ia tak terkendali dibelakang stir mobilnya. Kecepatan lari mobilnya diatas rata-rata. Begitu membahayakn untuk dirinya yang sedang dalam keadaan broken seperti ini.
" hate you, shiit..."
Alvin meraih kado diatas dashboard mobilnya, lalu membuangnya secara asal keluar mobil lewat kaca mobil sebelah kiri. Alvin tak memperhatikan jalanan depan yang ia lalui. Sampai akhirnya, bruukkkk....
" No...kakak...!!!"
Suara itu meringkik histeris. Ia mengaduh-aduh dengan penuh kesedihan yang mendalam. Alvin menghentikan mobilnya spontan. Jantungnya mencelos. Ia menabrak seorang gadis. Cepat, Alvin keluar dari mobilnya.
" Enggak. Jangan tinggalin Chelsea kak." Chelsea, gadis itu masih meraung sambil memeluk tubuh kakak perempuannya yang bersimbuh darah segar yang masih mengeluarkan bau anyir.
" Masuk ke mobil." perintah Alvin kepada gadis itu. Ia melirik kekanan dan kekiri. Kemudian, tangan kekarnya membopong tubuh gadis yang ia tabrak.
Alvin meletakkan tubuh gadis itu diatas pangkuan adiknya. Lalu, dengan cepat ia langsung tancap gas menuju rumah sakit. Alvin pucat dan keringat dingin. Jangan sampai ia menghilangkan nyawa orang lain. No..!!! Alvin bukan pembunuh.
" bertahan ya kak. Kakak gak boleh tinggalin Chelsea. Kakak gak boleh." gadis remaja itu terus mengurai air matanya tanpa henti. Dikecupnya tanpa henti punggung tangan kakakknya itu.
" Kak...tolong. Selametin kakak saya." Chelsea memohon sambil terisak pada Alvin.
Alvin semakin mempercepat laju mobilnya setelah mendengar penuturan gadis kecil itu.
Ciitt...Alvin menepikan mobilnya. Buru-buru ia membuka pintu mobil dan membopong tubuh gadis yang sudah satu dua napasnya itu. Alvin teriak-teriak manggil suster. Dibelakanganya, gadis remaja adik gadis itu menutup mulutnya sambil mengikuti Alvin.
Suster datang sambil membawa tempat tidur dorong. Alvin langsung meletakkan gadis itu kesana. Suster berbelok dikoridor rumah sakit. UGD. Ruang itu terlihat didepan mata Alvin.
" mas tunggu disini aja." perintah suster.
Alvin mengangguk samar. Alvin mendongakkan kepalanya, berdoa supaya gadis itu tidak kenapa-napa.
" maafin gue." pekik Alvin.
Gadis remaja -adik gadis yang ditabrak Alvin- mengikuti Alvin duduk diruang tunggu. Gadis itu menyentuh bahu Alvin. Air matanya masih terus menetes.
" Kakak...aku makasih karena kakak mau tanggung jawab."
" kamu..." tanya Alvin.
"Aku chelsea. adik shilla. Orang yang kakak tabrak itu."

Alvin menatap gadis itu. Didepaknya gadis 12 tahun itu. Chelsea kembali terisak dalam pelukan Alvin.
Pintu UGD terbuka. Seorang suster dateng dan memanggil Alvin. " mas..."
" iya sus. Gimana keadaannya? Dia baik-baik aja kan?"

Suster terdiam sebentar. Sementara chelsea sudah harap-harap cemas menunggu kabar dari sang suster tentang kakaknya itu.
Alvin membulatkan matanya.
" sus..."
. Mbak itu...tidak bisa kami selamatkan."
" maaf Ma
s

Chelsea shock. Ia gemetar. Air mata mengalir deras diwajahnya. Lututnya lemas, bahkan sampai tak bisa merasakan apapun lagi. Chelsea merosot ke lantai. Bahunya naik turun disertai isakannya yang semakin kencang. Chelsea menempelkan kepalanya kedinding. Lantai rumah sakit mulai basah karena air matanya.
Suster pergi. Untuk memindahkan Shilla keruang mayat. Alvin mendekat kearah chelsea. Didekapnya lagi tubuh gadis remaja itu. Alvin juga menitikkan air matanya. Ia, telah membuat air mata yang begitu deras dimata gadis remaja itu.
Alvin memapah tubuh chelsea memasuki ruang UGD. Masih sampai dipintu masuk, chelsea langsung berlari mendekat kearah kakaknya. Lantas memeluk tubuh yang sudah kaku itu.
" Kak...bangun. Chelsea sama siapa nanti kak? Kak...chelsea sayang kakak. Kakak bangun. Please." Chelsea masih memeluk kakaknya. Lalu, diciuminya pipi kakaknya itu bergantian.
Alvin meraih bahu chelsea. Diusapnya lembut bahu itu. Alvin menarik kursi dan duduk di samping mayat Shilla.
" maafin gue udah ngilangin nyawa lo. Maafin gue yang udah misahin lo sama adik lo. Maafin gue. Gue bakal tanggung jawab. Walau kita gak pernah kenal, gue bakal jagain adek lo. Gue janji. This my promise." ucap Alvin pasti.
Suster datang dan langsung mendorong kasur shilla untuk dipindah ke kamar mayat.
Chelsea menatap nanar kakaknya itu. Ia benar-benar sendiri. Kakaknya sudah pergi. She is alone.
" Ikut kakak." ajak Alvin pada chelsea.
Chelsea manut. Alvin mengajak anak itu ke kantin rumah sakit.
Alvin memesankan makanan untuk Alvin. Chelsea memakannya dengan ragu. Tapi, setelah melihat senyum Alvin yang tulus, ia pun memakan makanan dari Alvin.
" makasih kak."
Alvin mengangguk. Ia menatap iba kearah chelsea.
" shilla... Jadi, apa lo masih punya keluarga selain dia?" tanya Alvin kepada chelsea.
Chelsea menghentikan makannya. Ia menghela napas sebentar. Sebelum akhirnya menceritakan apa yang harus ia ceritakan. Namun, chelsea ragu untuk menceritakan kisahnya juga shilla kepada Alvin yang sebenarnya baru ia kenal.
" maaf kak..."
" ahh...gue Alvin."

Chelsea senyum kecil. Setelah berpikir panjang, ia pun bulat untuk menceritakan itu pada Alvin.
" aku cuma tinggal bareng Shilla. Ibu sama ayah udah pergi sewaktu aku umur 9 tahun kak. Kecelakaan bus waktu pulang jualan. Jadi, kak Shilla yang jadi tulang punggung buat ngasih makan aku. Dia itu baik banget. Dia selalu rela ngasih apa yang aku butuhin, walaupun dia sendiri butuh. Dia sampai relain putus sekolah demi nyekolahin aku. Dia...kakak terbaik." Chelsea nangis. Ia begitu ingat dengan apa yang dilakuin shilla untuknya.
Alvin miris dengar cerita chelsea. Ia menerawang kedalam dirinya sendiri. " Gue jauh lebih buruk." pekik Alvin dalam hati.
*****
Alvin menyuruh chelsea untuk menunggunya didepan rumah sakit. Sementara ia membayar semua biaya Shilla.
" Pemakaman kakak lo bakal diadain besok. Jadi kita bakal balik lagi kesini. Dan lo, ikut kakak ke rumah. Lo tinggal disana sekarang."
chelsea meluk Alvin. Ia menangis lagi disana.
" terima kasih kak."
Alvin memanggut. Lalu, masuk mobil dan langsung tancap gas masuk rumah.

Template by:

Free Blog Templates