Selasa, 26 Juli 2016

Maafkanlah, Ikhlaskanlah...

Ikhlas...

Tampaknya sangat mudah namun sungguh sangat sulit dilakukan. Tidak semua orang mampu menanamkan sifat terpuji ini pada dirinya. Ikhlas... bukan saja tentang sebuah keputusan. Bukan hanya tentang sebuah kerelaan pada sesuatu. Namun ikhlas, adalah sebuah sifat yang mengharuskan seseorang untuk mampu menahan diri dari rasa dengki, dendam dan iri. Belajar ikhlas bisa dimulai dengan cara memaafkan.

Memang, tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk memaafkan kesalahan seseorang. Memaafkan memang sungguh sangat sulit dilakukan apalagi jika kesalahan seseorang itu sudah sangat menyakitkan hati.

Tidak bisa dipungkiri, tidak ada orang yang luput dari salah. Tidak ada juga orang yang secepat itu memaafkan kesalahan seseorang. Semua butuh proses.

Namun... saat teori diatas sedang terjadi padamu, terjadi ketika kamu dikhianati sahabatmu. Akankah kau memaafkan kesalahannya? Akan kah kau dengan cepat melemparkan senyum untuknya sama seperti saat kesalahan itu belum terjadi? Akui saja...aku yakin pasti semua tidak sepert itu. Yng jelas terjadi adalah kau pasti akan menghindari sahabatmu, berhenti menghubungi atau malah membencinya. Benarkan yang aku katakan barusan?

Kau pasti merasa dibodohi selama itu. Ketika sahabatmu berkata bahwa ia mendukungmu untuk mendapatkan keinginanmu. Untuk mendapatkan hati seseorang yang engkau rindukan disetiap malam. Untuk membuat seseorang yang tadinya tak mengenalmu itu jadi tahu tentang dirimu.

Tapi di lain hari, kenyataannya sahabatmu itu justru menjadi pasangan orang yang kau inginkan tanpa pernah memberitahumu. Kau justru tahu tentang semua itu dari orang lain.

Sakit... tentu saja. Tapi seiring berlalunya waktu, kau pasti bisa memaafkannya. Karena engkau sudah ikhlas untuk hal itu. Karena engkau sudah merelakan o rang yang sama-sama kau sayangi itu saling menyayangi satu sama lain. Karena engkau yakin, suatu saat nanti, akan ada saat dimana Allah akan mempertemukanmu dengan seseorang yang tulus mencintaimu karena penciptamu. Yang tulus menyayangimu karena Rabb-nya. Yang akan menjadi pendampingmu hingga ajal mu tiba. Ikhlaskan saja...maafkanlah. karena memaafkan adalah perbuatan yang mulia. Karena akan tiba waktunya kamu juga bahagia. Ikhlaskan saja... dan tersenyumlah

Senin, 25 Juli 2016

That's i am.

Aku tidak sekuat yang aku bayangkan. Tidak semua hal mampu aku tangani sendiri. Aku lemah, dan aku butuh bantuan.

Hidup ini ternyata tidak semulus yang aku bayangkan. Sama seperti jalan yang banyak belokannya. Dulu saat masih anak-anak, aku ingin segera menjadi orang dewasa. Ku pikir, menjadi orang dewasa itu seenak dalam pemikiranku.

Namun sekarang, saat aku sudah beranjak dewasa dan merasakan hal yang dulu aku inginkan itu, aku justri ingin kembali ke masa kecilku. Masa dimana aku belum kenal apa yang dinamakan menyukai seseorang. Masa dimana hanya permainan dan jajan saja lah yang ada di otakku.

Tapi sekarang, saat ini, saat aku sudah hampir 20 tahun, aku merasakan apa yang namanya menyukai seseorang. Bahkan terlalu menyukai. Dia... seseorang yang entah sejak kapan hadir diruang hati ini, yang mampu membuat aku uring-uringan karena merindukannya ketika ia tidak ada. Dia...yang sukses hadir dalam mimpiku 9 hari berturut-turut mampu membuat perasaanku berantakan dan gak karuan hingga muncullah harapan.

Aku sebenarnha membencinya. Tidak pernah menyukai saat pertama kali bertemu dan mengenalnya. Aku sakit hati pada awal pertemuan itu karena ia sama sekali tak menggubris aku, yang sedang berbicara padanya. Tapi sialnya, dari kebencian itu justru muncul perasaan yang sampai saat ini tidak mau hilang.

Bodohnya aku... yang terlalu berharap ia juga merasakan hal yang sama, dan akhirnya kecewalah yang aku dapatkan. Ia tidak menyukaiku sama sekali. Aku saja yang berharap ia memberi sinyal hanya karena menyapaku lewat sosial media.

Ya...
Aku ingin menjerit dan menangis. Tapi untuk apa? Untuk orang yang tidak memperdulikan aku? Itu hanya akan menambah kebodohanku saja karena melakukan hal yang sia-sia.

Dia saja tidak pernah perduli lantas apa aku harus tetap pada perasaanku? Haruskah aku tetap tinggal bersama harapanku?   

Template by:

Free Blog Templates